Antara Jujur dan Mengawasi
Kata “Jujur” dalam bahasa indonesia merupakan
kata sifat yang berarti mengatakan yang sebenarnya, bila diterjemahkan dalam
bahasa inggris kata yang mendekatinya adalah “frank” yaitu dalam arti jujur mengatakan yang sebenarnya tanpa
akal bulus. Penambahan awalan dan akhiran ke-
dan -an yang berarti yang akan, dalam kata jujur menjadi
kejujuran. Sehingga dapat pula kita simpulkan perbedaan pengertiannya dalam
penggunaan kalimat asal kata yang belum mendapatkan awalan ataupun akhiran
dengan pilihan penggunaan kata dengan menggunakan awalan dan akhiran, bila kata
“jujur” kita sepakati sebagai mengatakan hal-ikhwal yang sebenarnya, maka kata
kejujuran dapat berarti akan mengatakan hal ikhwal yang sebenar-benarnya.
Kata jujur, hanya terdiri
dari lima hurup dalam bahasa indonesia bila ditambahkan awalan serta akhiran
hanya ke- dan –an yang lebih pas dalam bahasa baku menurut tata bahasa
Indonesia yaitu bertambah jumlah hurupnya menjadi sembilan huruf saja. Dapat
kita bayangkan kiranya terlalu singkat kata ini bila kita anggap sebagai puisi
tanpa menambahkan objek yang dimaksud untuk dikatakan yang sebenar-benarnya.
Jujur atau kejujuran adalah hal yang mudah serta singkat untuk di ucapkan,
namun belum tentu semua orang mempunyai
keberanian dalam mengucapkannya dalam situasi-situasi tertentu. Hal tersulit
dalam sebuah pertimbangan untuk jujur ketika kesadar kita akan dampak dari
sebuah kejujuran yang akan kita katakan mengengenai hal yang sebenar-benarnya
akan menimbulkan bahaya atau ancaman bagi diri kita, walaupun semua ajaran
agama yang ada menjaminkan ganjaran yang baik bagi orang yang jujur namun bisa
saja kita memilih jalan lain selain itu, yaitu untuk tidak jujur dalam posisi
kita yang mungkin akan terjepit. Memang ada beberapa hal yang kita diberikan
saran atau contoh untuk tidak terlalu jujur dalam berucap namun sebisa mungkin
kata itu kita pilih juga untuk tidak terlalu mutlak menggunakan kata yang
berbohong seratus delapan puluh derajat dan hal itu khusus untuk situasi dan
kondisi tertentu saja.
Salah satu ajaran
agama yang diakui oleh negara Indonesia yang menjelaskan tentang letak
kejujuran dan ketidak jujuran itu dibutuhkan misalnya, dalam ajaran agama Islam
menjelaskan tentang jujur pertama,
Jujur dalam kehidupan sehari-hari; merupakan anjuran dari Allah dan Rasulnya.
Banyak ayat Al Qur'an menerangkan kedudukan orang-orang jujur antara lain: QS.
Ali Imran (3): 15-17, An Nisa' (4): 69, Al Maidah (5): 119. Begitu juga secara
gamblang Rasulullah menyatakan dengan sabdanya: "Wajib atas kalian untuk
jujur, sebab jujur itu akan membawa kebaikan, dan kebaikan akan menunjukkan
jalan ke sorga, begitu pula seseorang senantiasa jujur dan memperhatikan
kejujuran, sehingga akan termaktub di sisi Allah atas kejujurannya. Sebaliknya,
janganlah berdusta, sebab dusta akan mengarah pada kejahatan, dan kejahatan
akan membewa ke neraka, seseorang yang senantiasa berdusta, dan memperhatikan
kedustaannya, sehingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta" (HR. Bukhari-Muslim
dari Ibnu Mas'ud). Kedua, kejujuran
dan kebohongan dalam kehidupan politik; ada hadits yang menyatakan dengan tegas
bahwa Rasulullah bersabda: "Ada tiga kriteria manusia yang tidak dilihat
dan disucikan Allah swt. di hari akherat bahkan bagi mereka adzab yang pedih
adalah: Orang sudah tua yang berzina, Pemimpin yang berdusta, dan Orang
sombong.
Adapun kebohongan dalam Islam yang diperbolehkan dalam kaitan untuk kegiatan berpolitik, yaitu apabila kebohongan itu bisa meredam keributan sosial agar tidak terjadi perpecahan. Dalam hal ini Rasulullah saw. memberi keringanan seperti dalam hadis dari Ummi Kaltsoum: "Saya tidak mendengar Rasulullah saw. memberi keringanan pada suatu kebohongan kecuali tiga masalah: Seseorang yang membicarakan masalah dengan maksud mengadakan perbaikan (Islah); seseorang membicarakan masalah pada saat konflik perang (agar selamat), dan seseorang yang merayu istrinya begitu juga istri merayu suami.(HR. Muslim) Ada juga hadits yang menyatakan, Rasulullah bersabda: "Bukanlah pendusta orang yang ingin melerai konflik sesama, hingga orang tersebut berkata: semoga baik dan menjadi baik" (HR. Mutafaq Alaih).
Begitulah batas
kejujuran dan kebohongan secara dasar yang berkaitan dengan keseharian dan
politik. Adapun tujuan dari keduanya adalah untuk sebuah kedamaian yang
positif. Dalam kaitan politik kontemporer yang lebih rumit lagi dan kompleks serta
mempunyai perbedaan yang tipis sekali antara jujur yang diperlukan dan tidak
jujur yang diperlukan misalnya, apakah kita harus jujur dalam hal mengawasi
proses Pemilu Kada DKI Jakarta yang akan di langsungkan putaran pertama pada 11
Juli 2012? Anda sendiri bisa memilah-milah dan memutuskannya dimana kejujuran
itu diperlukan untuk memberitahukan atau melaporkannya pada pihak yang berwajib
bila mengetahui secara langsung ataupun anda sendiri yang mengalami proses
kecurangan yang menganai Pemilu, sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang nomor 22 Tahun 2007 walau resiko yang
mungkin datang, dapat berakibat pada adanya tekanan pada kita secara kelompok
maupun individu sebagai dampak sebuah kejujuran. Sebaliknya, kapan anda harus
menghindari kejujuran dalam hal yang berkaitan dengan pemilu kada kali ini. Umpamanya
anda ditanya pasangan calon yang mana yang akan anda pilih? Dan apakah anda akan memilih salah satu
pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur periode 2012-2017 bila mereka
membantu anda lewat program baksos atau kampanye yang dilakukan menjelang
Pemilu-Kada? Karena pada pertanyaan yang kedua ini memunculkan harpan bantuan
bila jawaban anda ‘iya’ namun hal itu tidak baik serta kurang etis bila diikuti
mengingat Undang-undang tentang pemilu melarang segala praktek tentang
transaksi suara dalam pemilu dan pemilu-kada, maka menjadi tidak etis bila kita
sampai melakukan hal-hal yang termasuk prilaku maupun ucapan yang mengarah pada
terjadinya praktek kecurangan tersebut.
Salah satu cacat
bawaan demokrasi adalah hak serta kebebasan setiap orang untuk mengutarakan
pendapat atau bertanya, sekalipun itu bisa menghantarkan orang terjebak pada
pelanggaran bagi yang belum begitu memahaminya, oleh karena itu pula sisi
positif yang baik juga dalam demokrasi bila dipandang dalam arti pendidikan
sehingga menuntut semua orang untuk mengetahui serta memahaminya bahwa proses
menentukan pilihan bagi setiap individu masyarakat dalam kaitannya dengan
pemilu yang akan memilih calon pemimpin yang baik. Sosok yang akan dipilih itu harus
muncul dari kesadaran sendiri serta dari dalam hati masing-masing individu yang
disertai rasa keyakinan mendalam terhadap sosok yang akan mewakilinya dalam
urusan pemerintahan atau sesuai dengan yang diharapkannya ketika nanti saat
memimpin. Dengan kesadaran demikian, tentu perlu beberapa hal yang harus kita
ketahui tentang calon pemimpin yang sudah disahkan oleh KPU sebelum memutuskan
untuk memilih salah satunya, untuk itu maka pemerintah pula telah mengatur
mekanismenya melalui Undang-undang untuk para calon pemimpin memperkenalkan
diri melalui waktu kampanye yang ditetapkan sebelum pemilihan serta adanya masa
tenang dimana tidak ada lagi proses kampanye atau tindakan-tindakan yang
sejenisnya. Baik melalui simbol-simbol, tulisan maupun anjuran tentang memilih
salah satu calon pemimpin yang akan datang. Masa tenang ini dimaksudkan untuk
jeda waktu masing-masing individu dalam masyarakat untuk mempertimbangkan
sendiri-sendiri tentang sosok yang tepat baginya sesuai dengan informasi latar
belakang maupun program yang akan dijalankan oleh para calon yang akan dipilih,
selama masa kampanye atau sebelumnya. Sehingga masyarakat yang nanti akan
memilih dalam pemilu maupun pemilu kada tidak hanya melepaskan tanggungjawab
ketika memilih, namun juga ikut merasakan tanggungjawab, berpartisifasi secara
pribadinya masing-masing ketika sosok yang dipilih menjadi pemimpin, sehingga
tidak terus terjadi saling menyalahkan antara pemimpin dengan masyarakat yang
dipimpin ketika terjadi suatu hal yang tidak diharapkan selama periode
kepemimpinan yang dihasilkan itu berlangsung, melainkan masyarakat bersatu
dengan pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita bersamanya yang telah disepakati
sebelumnya.
Dalam pengertian
ini, antara masyarakat dan pemimpin sama-sama menyadari tanggungjawab dan tugas
masing-masing serta berusaha untuk saling melengkapi antara satu dan lainnya,
sehingga terciptanya seperti suasana suatu organisasi yang mempunyai tujuan
yang satu yaitu kesejahteraan dan ketentraman sesuai dengan planing yang sudah
direncanakan secara bertahap. Untuk saling melengkapi antara pemerintah dengan
masyarakat, maka diperlukan juga kiranya jalur yang tepat dalam menyampaikan
ide gagasan yang disertai alasan yang tepat sehingga mekanisme saling mengawasi
berjalan dengan baik, kondusif serta bersifat progres kedepan. Dalam mekanisme
yang saling mengawasi ini mengindikasikan bahwa semua pihak melakukan kerja-kerja
yang telah dibagi-bagi baik Gubernur yang memimpin maupun masyarakat yang
dipimpin. Selain itu menyiratkan maksud untuk sama-sama berpandangan positif
dalam arti tidak berusaha mencari kesempatan dalam kesempitan, menyantap
peluang baik bagi diri pribadinya dengan tanpa memperdulikan orang lain dalam
proses mencapai tujuan yang disepakati.
Meski diatas
penulis sibuk memilih kata-kata untuk melukiskan tentang sikologi orang yang
akan memilih serta konsekuensinya, namun masih saja terdapat kelemahan-kelemahan
yang dapat mengakibatkan kita salah dan memilih pemimpin yang tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan. Larut dalam kebimbangan ini bisa mengakibatkan anda
bersifat ‘masa bodoh’ dan cenderung tidak mau tau tentang hal pilih-memilih.
Adanya partai-partai politik, KPU sebagai pelaksana pemilu, dan Bawaslu sebagai
kelompok yang mengawasi jalannya pemilu tidak terlepas dari mengantisipasi rasa
acu anda terhadap persoalan pilih-memilih dalam hal Pemilihan sosok pemimpin
dalam negeri. Dalam ketiga institusi terutama, unsur kejujuran setiap
personalnya akan sangat membantu proses berjalannya mekanisme pemilihan
pemimpin yang baik dan benar. Khusus untuk para Bawaslu/panwaslu tentu tidak
ada tawar-menawar lagi untuk mengemukakan jalannya proses secara baik maupun
buruk sesuai dengan hasil pengawasan di lapangan yang dicocokkan pula dengan
bekal pengetahuan yang dimiliki dari berbagai aturan yang berlaku untuk suatu
pemilu kada serta menerima setiap laporan-laporan tentang kecurangan sekaligus
mendokumentasikan setiap gerak-gerik yang berkaitan dengan proses pemilu-kada
yang diawasi.
Secara hirarki, untuk pengawasan pemilu kada
Tingkat Provinsi Bawaslu memilih dan mengangkat Panwaslu tingkat Provinsi,
dilanjutkan dengan Panwaslu Provinsi memilih dan membentuk panwaslu Kab/Kota
dan begitu juga selanjutnya Kecamatan sampai pada tingkat Kelurahan yang di
sebut sebagai Pengawas Pemilu Lapangan (PPL). Salah satu kelompok atau salah
satu orang dari sebuah kelompok ini yang tidak memiliki sifat kejujuran yang
hakiki dapat mempengaruhi penilaian tentang jalannya mekanime pemilu maupun
pemilu-kada dengan baik atau buruk. Anda dapat membanyangkan apa yang terjadi
bila pengawas pemilu itu sendiri kurang memahami makna jujur dan kejujuran
secara hakiki, sehingga kejujuran itu dimaknai secara masing-masing individu
yang sesuai dengan kepentingan atau kebutuhan kelompok ataupun pribadinya.
Dalam hal ini pula pengawas pemilu bukan hanya diserahkan pada Bawaslu/Panwaslu
semata, melainkan semua pihak mengawasi dalam rangka mewujudkan pemilu yang
sesuai dengan hukum yang berlaku, tidak hanya hukum secara tertulis tetapi juga
ada unsur-unsur hukum yang tidak tertulis yang digali dari norma-norma yang
terkandung dalam masyarakata Indonesia khususnya DKI Jakarta dalam hal pemilu
kada yang akan kita hadapi pada 11 Juli mendatang. Meski penduduk Provinsi DKI
Jakarta yang terdiri dari berbagai macam suku, adat maupun kebiasaannya
termasuk juga agama yang beragam, kiranya ada satu hal yang dapat kita sepakati
dari keberagaman ini dalam menghadapi pemilihan sosok Gubernur dan Wakil
Gubernur periode 2012-2017 yaitu prisip “rasa hormat dan penghormatan” yang
mencakup pengertian benar dalam perkataan dan perbuatan, terpercaya atau dapat
dipercaya dalam arti tidak mungkin berkhianat, cerdas pandai atau pintar
sehingga menolak kemungkinan tidak mengerti apa-apa, taat dalam beragama yang
dimaksudkan dengan kecilnya peluang melanggar larangan dalam ajaran Tuhannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar