Hakekat
penciptaan manusia menjadi khlifah fil al-ardi sebagaimana firman Allah dalam
Kitab Suci Al-Qur’an ( Qs. Al-Baqarah : 30 ).
Sejatinya sebagai khalifah, manusia harus bisa mengemban amanat
yang tidak di berikan kepada langit, bumi, matahari maupun hewan. Manusia di
karunia akal adalah sebagai perangkat agar bisa memahami ma’na hakekat
penciptaannya dan yang lainnya bukan untuk mengingkari ma’na tersebut.
Jabatan
khalifah untuk manusia secara ekplisit telah disebutkan oleh Allah dalam
beberapa ayat Al-Quran. Salah satu ayat yang paling masyhur tentang ke-khalifah-an manusia tersebut adalah
ayat 165 QS. Al-Anam ;
“Dan Dia lah yang
menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di muka bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat.”
Makna
istilah khalifah dalam ayat di atas diartikan sebagai menggantikan malaikat
untuk mengurus bumi atau mendapat amanah dari Allah untuk mengelola bumi.
Sedangkan dalam bahasa Inggris, istilah ini sering diterjemahkan dengan istilah
viceregent yang berarti wakil yang berfungsi untuk mengawasi, menata atau
menjaga serta melindungi suatu wilayah (guardianship).
Berdasarkan makna kata khalifah di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa jabatan khalifah yang disandang oleh manusia adalah sebuah jabatan yang diamanahkan oleh Allah kepada manusia untuk mengawasi, menata, menjaga atau melindungi semua ciptaanNya yang terdapat di muka bumi, termasuk alam atau lingkungan hidup.
Tugas
pengawasan dan penjagaan tersebut bukan pula berarti manusia dilarang untuk
memanfaatkan hasil atau kekayaan yang dimiliki dan berasal dari bumi.
Memanfaatkan hasil atau kekayaan bumi untuk kebutuhan manusia bahkan dianjurkan
oleh Allah selama hal tersebut tidak melampaui batas atau mengarah pada
tindakan eksploitatif terhadap bumi.
Persoalan
lingkungan memang sangat unik bagi manusia serta cenderung tidak ada habisnya,
mengingat Allah menciptakan Bumi sebagai tempat bernaung dan sekaligus tempat
beraktivitas manusia untuk bertahan hidup misalkan termaktub dalam QS.
Al-Baqarah; 60,
Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah
kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. Kita ketahui bahwa
setiap kemajuan teknologi serta bangunan-bangunan gedung yang tinggi yang kita
nikmati hari ini adalah hasil pemanfaatan alam sekitar sehingga menjadikan Ibu
Kota sebagai kota Metropolitan, dilihat dari sisi negatif yang timbul akibat
bangunan-bangunan yang megah dan menjulang tersebut telah menyita lahan atau
tempat-tempat yang sebelumnya menjadi tempat penampungan air ketika musim hujan
sehingga hari ini, ketika musim hujan datang kita harus siap menghadapi banjir.
Namun
demikian, disinilah fungsi akal mempertimbangkan dampak manfaat bagi manusia
dan alam semesta tentang perihal yang harus menjadi prioritas utama.
Sebagaimana
pandangan Profesor Dr. Ali yafi yang di beritakan oleh koran Republika beberapa
waktu lalu bahwa Khalifah yang memahami Al-Quran
dan Hadis tentu tidak akan berbuat sewenang-wenang terhadap lingkungan dan alam
semesta kata “rabbul’alamin” menyiratkan
bahwa Allah SWT. Adalah Tuhan sekalian alam bukan tuhan bagi sekelompok orang dalam
QS. Al-Araf: 31
“Hai Manusia
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.”
Beberapa
ayat yang menjelaskan hal serupa, cukup bagi kita sebagai acuan untuk merenungi
bahwa tindakan kita yang berlebihan terhadap lingkungan merupakan suatu hal
yang tidak mencerminkan sifat seorang khalifah sebagaimana janji primordial
antara Manusia dan Sang Pencipta bahwa tidak ada alasan bagi kita untuk
mengajukan protes terhadap Allah bahwasanya kita lupa dalam hal menjaga dan
melestarikan alam dan lingkungan sekitar.
Apa yang Harus Dilakukan?
Sebagai
khalifah yang penuh dengan rasa tanggungjawab serta amanah ada beberapa hal
yang harus dipertimbangkan untuk dilakukan.
Sebagai
pemerintah yang berwenang mengambil kebijakan misalnya, Undang-undang 32 Tahun
2009 tentang Lingkungan Hidup telah banyak memuat aturan-aturan yang berwawasan
keseimbangan lingkungan berikut dengan system kontrol oleh pemerintahan harus
di implementasikan dalam wujud dunia nyata secara maksimal tidak sebatas berharap
agar para pemilik modal akan mengikuti aturan tersebut. Sebagai pemilik modal harus
peka terhadap kelangsungan pelestarian lingkungan, turut menciptakan
bangunan-bangunan ramah lingkungan.
Sebagai
mahasiswa untuk terus meningkatkan pengetahuan dan teknologi yang membantu
proses penciptaan keadilan terhadap lingkungan. Sebagai masyarakat dan lainnya,
mengerti dan memahami akan pentingnya peranan lingkungan sehat sebagai sumber
kehidupan kita dalam beraktifitas sehari-hari.
Kesimpulan
Dalam
menjaga kelestarian lingkungan alam harus diatasi secara bersama dan
komprehensif di berbagai bidang kegiatan manusia sesuai dengan keahliannya
masing-masing. Bahwa Allah SWT. Telah mengamanatkan bumi sebagai tempat
bernaung kita sudah merupakan sunatullah serta tidak ada alasan bagi para
manusia untuk melupakan dalam menjaga serta melestarikan lingkungan ini, demi
keberlangsungan generasi umat yang akan datang. Apapun bentuk kesulitan dalam
menegakkan aturan-aturan yang ada baik itu ajaran agama maupun
peraturan-peraturan yang dibuat oleh manusia melalui Undang-undang harus tetap
diusahakan secara maksimal sebagai makhluk yang penuh rasa syukur atas segala
rahmat serta karunia yang telah diberikan oleh sang pencipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar