Translate

Sabtu, 22 September 2012

PROBLEM GENERASI MUDA

Ide perubahan tidak cukup dengan hayalan. Jika hayalan adalah mimpi, maka mimpi adalah bunga tidur di waktu malam, dikala bulan bersinar terang, bintang-bintang berkedip malu.

Rasa malu adalah manusiawi sebagai manusia yang punya ide tentang sebuah perubahan, dari keterpurukan menjadi keleluasaan, dari penindasan menujuh kebebasan, dan dari kesusahan berubah menjadi ketenangan, kedamaian serta keindahan, sambil menikmati hidup hingga ajal menjemput.
Coba lihat diri mu terlebih dahulu, sebelum bicara tentang membebaskan orang lain...!!

Bukan manusia seutuhnya tanpa melihat diri. Bahkan Tuhan pun memerintahkan kita, bila ingin mengenal-Nya, maka kenalilah diri mu”. Mengenal diri seolah kita mengenal tuhan, bagaimana itu..?,

tentu gampang saja kita simpulkan, bila kita kenali diri kita sebagai orang yang jahat, maka itulah tuhan mu yang berarti jahat.

Sebaliknya bila kita mengenal diri kita sebagai orang yang baik, mungkin itulah cermin tuhan mu. Maka dapat kita tarik kesimpulannya mengapa tuhan menyarankan kita untuk mengenal diri kita sendiri, paling tidak sebagai lasannya adalah kita tidak bisa bohong pada diri kita sendiri, hati nurani.

Nurani,  bukan “Nur-Anil” (bapaknya saudaraku)..!

nurani inilah yang sering bergejolak saat kita pernah dipaksakan orang lain untuk sebuah ketentuan pilihan. Orang menyatakan isi hati nuraninya dengan berbagai cara serta alasan misalnya, aah ini prinsip..! atau kita katakan “tidak bisa, inilah aku”.

Apapun alasannya, atau apapun kata-katanya untuk mengungkapkan isi hati nurani itu yang pastinya ia menunjukkan eksistensi diri kita yang berbeda dengan orang lain. Mungkin tuhan tidak membuat cetakan manusia yang sama sehingga rambut kita boleh sama hitam, tapi hati serta pikiran kita belum tentu sama, (Unik).

Keunikan itu sebagai salah satu ciri ketuhanan, bila kita pernah memandang sesuatu yang kita anggap unik, maka itulah bukti bahwa kita tidak bisa meniadakan tuhan, sekalipun ia tidak pernah muncul sepanjang hidup kita sampai akhir hayat.
Selain alasan diatas, mengapa Tuhan menganjurkan kita mengenal diri sendiri adalah kita sesuatu yang nyata, ia adalah objek tempat kita mendasarkan semua alasan tindakan yang kita perbuat.

Dari pemahaman ungkapan diatas, mengarah pada sebuah kesimpulan bahwa kita tidak harus sama seperti apa yang orang lain lakukan, karena sangat jelas ada perbedaan tempat kita menyandarkan semua alasan atas tindakan kita yang dianggap berbeda tersebut.

Masa remaja telah usai, sekarang kita berada di sebuah perguruan tinggi.

Kata tinggi mengingatkan kita akan sebuah pohon yang tinggi dan diterpa oleh angin yang kencang.
Maka perguruan tinggi sebagai tempat kita menempa diri, bukan saja kita tidak bisa turun, melainkan bisa jatuh terhempas dilantai tertimpa tangga.
Oohh... Nasib...!!

Dalam rangka menghindari nasib seperti ini, maka para orang-orang sebelum kita berusaha menanamkan doktrin agar kita senantiasa bersabar dengan semua bentuk proses yang kita lalui.

Heeyy... anak muda..! masih muda koq loyo..!

bila terlalu banyak sabar, biasanya orang cenderung terkesan lemas serta berusaha menghindari masalah. Kekeliruan ini bukan tidak sering dialami setiap generasi, hampir disetiap generasi mengalami problem yang sama dan mayoritas terjebak dengan takut masalah dan cenderung pilih jalan aman.

Oleh karena itu perlu kita pertegas bahwa yang dimaksud dengan “sabar” disini bukan berarti takut dengan persoalan duniawi, malainkan kita berusaha bertahan dengan segala alasan positif untuk menaklukkan keadaan yang ada di depan mata.
Namun hal itu memang agak sulit diterima, mengingat sifat setiap manusia mempunyai insting mempertahankan diri yang dalam arti, bila ada jalanan yang kurang berkerikil insting tersebut selalu mengarahkan kita untuk cenderung memilihnya.
Walau sebenarnya, dengan menghindari masalah yang ada dan pernah muncul dihadapan mata tersebut bukan berarti melangkahi suatu masalah melainkan menunda satu masalah lagi dalam sejumlah masalah yang pernah ada.

Tanpa masalah manusia harus mati, maka jangan heran akan adanya Tuhan menghadirkan segunung masalah bagi setiap individu manusia. Masalah demi masalah itu mau tidak mau harus kita lewati dengan baik dan benar, bila tidak ia akan memunculkan masalah yang baru lagi dan itu persoalan waktu dan kesiapan keberanian kita.


Tentu tak jarang kita mendengar akan orang yang melontarkan bentuk penyesalannya akan kesalahan mengambil keputusan di waktu yang lampau, lalu persoalan tersebut muncul dikemudian hari dimana kita secara umur tidak mempunyai kesempatan lagi untuk menemepuh perjalanan yang mungkin menawarkan situasi dan kondisi yang lebih baik dari apa yang ada sekarang.

Maka kita terpaksa dengan sangat berat hati untuk merelakan kesempatan itu berlalu di depan mata sambil dalam hati yang meratap tanpa bisa dihentikan.

Tidak ada komentar: