Translate

Kamis, 24 Oktober 2013

Catatan Harian Bunda Putri I


Inilah Kisah masa lalu Bunda Putri,. silahkan Baca agar kita tak sembarangan menuduh atau menghujat.



Tahun 2003 awal, selepas tamat SMU memang ada keinginan ku untuk melanjutkan pendidikan kejenjang Perguruan Tinggi (PT). Sedikit niatan melanjutkan pendidikan itu menginspirasi ku untuk mendatangi Ibu kota Negara Indonesia, yaitu Jakarta. Kehadiran ku di Jakarta memang tidak disambut dengan ramah maklum, mungkin Kota Jakarta memang sudah banyak menampung orang-orang seperti ku yang datang dari kampung dengan modal yang ala-kadarnya.


Jujur ku akui bahwa modal kehadiran ku di Jakarta hanya disertai dengan seberkas lembaran kertas yang menyatakan bahwa aku telah lulus dari jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU). Ribuan bahkan mungkin ada jutaan orang yang memiliki modal sama seperti ku di Jakarta. Andai aku putuskan untuk mencari pekerjaan di kantor-kantor pemerintah maupun swasta saat itu, maka secara otomatis aku harus berkompetisi dengan banyak orang yang telah menunggu di Jakarta maupun yang baru datang ke-Jakarta seperti ku.


Tidak banyak peluang pikir ku, bila aku memutuskan untuk mencari kerja di Jakarta sekarang ini. satu-satunya solusi yang tepat untuk keberlangsungan hidupku kedepannya mungkin aku memang harus kuliah, dalam benak ku. Sedang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah tidak segampang membalikkan telapak tangan. Mengingat prestasi sekolah ku dari SD sampai dengan lulus SMU yang tidak pernah secemerlang orang-orang yang beruntung mendapatkan rangking utama, alias prestasi ku biasa-biasa aja.


Selain persoalan prestasi belajar, persoalan berikutnya yang harus ku hadapi adalah persoalan dari mana biaya kuliah itu bisa ku dapatkan. Bila selama ini dari SD hingga lulus SMU peran ibu ku yang “singel parent” telah membiayai, maka sekarang mungkin beliau juga sudah kelelahan bertarung dan bergulat dengan bisnisnya yang membuka warung manisan di pinggir Kota Pagar Alam.


Sekaranglah saatnya untuk ku memberikan kesempatan kepada Ayah untuk memberikan perhatiannya kepada ku. Maklum, dulu aku memang tidak menyukai sosok Ayah yang pergi meninggalkan Ibu setelah beberapa bulan umur kelahiran ku. Kurang lebih lima belas tahun berlalu Ayah datang mencari ku di sekolahan SLTP tempat aku mengenyam pendidikan waktu aku kelas tiga. Ayah mencariku dengan naik becak keliling kota LAHAT dengan membawa sebuah alamat Sekolah dan selembar Foto ku. Aku tidak tau Ayah dapat alamat sekolahku darimana dan dari siapa?.


Belakangan aku tau alasannya mengapa Ayah mencari ku. Ternyata telah ada seseorang yang menyurati Ayah dan menceritakan tentang keadaanku. Tapi cerita mengenai keadaan ku melalui surat itu bukanlah alasan utama bagi Ayah melainkan, seseorang yang menyurati Ayah bermaksud meminta bantuan kepadanya. Salah satu kerabat keluarga Ayah yang menjadi Istri dari pak Marhudin. Nah siapa sangka, ternyata pak Marhudin yang kaya raya di kampung ku itu telah kecantol dengan sosok janda muda yang gemar bisnis, dan janda itu adalah ibu kandung ku Herlina.


Ketika itu aku benar-benar marah pada sosok Ayah kenapa dia mencariku setelah aku sudah besar. Dalam benak ku bertanya, mengapa Ayah baru mencariku sekarang, kenapa bukan dari dulu, seandainya tidak ada yang mengirim surat dan memohon pertolongan kepada Ayah agar suami dari keluarga Ayah tidak berpoligami, mungkin Ayah tidak akan mencariku. Begitulah dibenak ku terbayang.


Saat Ayah mencariku di SLTP itu, Ayah tidak menemukan aku disana, karena jadwal ku masuk sekolah siang. Ayah kesulitan bertemu aku karena nama kecil ku dulu tidak sama dengan nama ku yang sekarang. Ibu ku yang lincah itu telah merubah nama depan ku ketika membuat akta lahir. Ayahku bertanya kepada setiap orang yang ia temui disana. Waktu itu jadwal masuk sekolah pagi di sekolahan kami adalah kelompok Eskul Basket, teman-teman ku dari kelompok eskul Basket tidak ada yang mengenal nama orang yang dicari oleh Ayah. beruntung Ayah membawa selembar foto yang bisa ditunjukkan, kali ini kebetulan sekali Ayah bertanya sambil menunjukkan photo ku yang ia bawa kepada sahabatku sendiri.


Melalui sahabat ku yang bergabung dengan kelompok eskul basket, Ayah dapatkan alamat dimana aku tinggal. Lalu ayah mencariku ke alamat yang diberitahukan oleh teman ku Anik. Ayah lalu bergegas meminta seorang tukang becak untuk mengantarnya menuju alamat yang sekarang ada ditangannya. Ketika Ayah bertanya kepada si tukang becak, apakah kamu tau alamat ini ? sambil menunjukkan alamat yang ia pegang kepada sopir becak. Tukang becak menjawab; tentu saja saya tau pak”, siapa yang tak kenal alamat ini, kata tukang becak. Karena alamat itu adalah alamat rumah seorang Camat di Kota Lahat.


Beberapa menit kemudian, dengan bantuan tukang becak Ayah telah berada ditempat kediaman ku. Maklum, selain memang kota Lahat yang tidak terlalu besar, sosok Wak Sukadi Duadji memang akrab dengan masyarakat di Kota Lahat. Bahkan kalau boleh saya mengumpamakan sosok Wak Sukadi Duadji, ia tak kalah tenar dengan nama Gubernur DKI Jakarta Ir. Djoko Widodo. Perbedaannya menurutku, hanya karena Wak Sukadi Duadji yang berdomisili di pelosok Wilayah Sumatera, sehingga tidak akrab dengan media-media baik cetak maupun elektronik. Sebab itulah Wak Sukadi Duadji tidak setenar layaknya Pak Jokowi sekarang ini. Dengan demikian, siapa saja pernah datang ke-rumah Wak Sukadi, sekalipun tukang becak atau tukang ojek. Jadi Ayah tidak mendapat kesulitan untuk minta bantuan kepada siapa saja yang akan mengantarnya.


Rasa syukur ku yang amat sangat kepada Allah SWT. Meski selama lima belas tahun berlalu aku hidup tanpa mengenal wajah Ayah kandung ku, tapi Tuhan menyertakan orang-orang yang baik dan hebat disekitar ku, seperti halnya Wak Sukadi Duadji yaitu adik dari Susno Duadji. Sejak lulus SD hingga menamatkan pendidikan di SMU aku selalu mendapatkan perhatian Wak Sukadi Duadji sebagai pengganti Ayah. Sedang sosok Ibu ku tak pernah lelah bergulat dengan bisnis warung manisannya di kampung, sebagai usaha untuk membantu ongkos sekolah ku. Meski sebenarnya beban Ibu sudah dikurangi oleh bantuan-bantuan dari Wak Sukadi, namun tetap ibu merasa malu bila lebih banyak pengorbanan Wak Sukadi dalam biaya sekolah ku.


“Wak” adalah sebutan dalam adat kami untuk menyebut kakak dari Ibu atau Bapak. Nah, Wak Sukadi ini adalah kakak sepupuh dari Ibu ku. Aku sangat beruntung tinggal di rumah wak Sukadi karena jabatan yang beliau miliki membuatku dikenal banyak orang. Para guru di sekolah ku yang sebelumnya tak memberikan perhatian kepada ku alias biasa-biasa saja, setelah tau bahwa aku berdomisili di rumah Wak Sukadi perubahan drastis yang sangat nampak dan aku rasakan. Bahkan salah satu diantara guru yang sering mengajar di kelas ku mau memberikan les gratis demi prestasi ku. Begitu juga dengan teman-teman ku di sekolahan.


Berbarengan dengan waktu tibanya Ayah aku dan yuk Iin keluar dari pintu rumah. Sosok Ayah menyapa kami dan menanyakan orang yang dia maksud. Yuk Iin yang masih sedikit ingat wajah Ayah menyeletuk “dek sepertinya dia adalah Ayah mu”. Spontan saja aku kaget sambil membalas celetukkannya “hah..... bukankah Bapak kita sudah meninggal Yuk”, jawab ku. Namun, berbarengan dengan celetukkan ku, Ayah telah menghampiri serta langsung memeluk ku dengan erat. Aku berotak tak kalah keras untuk melepaskan tangannya yang memelukku, lalu aku langsung lari dan masuk ke dalam rumah sambil berderai air mata ku.


Kedatangan Ayah tidak memberikan waktu untuk pertimbangan bagi ku. Ayah langsung pada hari itu juga telah memintakan izin dari sekolahan ku, agar aku bisa pulang kerumah ibu bersamanya. Sedang Ayuk Iin adalah Kakak ku, ia anak pertama dari hasil pernikahan Ibu ku yang cantik. Antara aku dan Yuk Iin, kami adalah satu Ibu kandung namun kami berbeda bapak. Pada saat yang mengharu-biru dan berlinangan air mata dimana saat pertama kali aku melihat wajah Ayah. Niat Ayah menjemput dan mengajakku pindah ketempatnya, yaitu di wiliyah Jawa Barat.


…………………………… hadooohhh… Guys… cerita ini belum selesai, sayangnya sekarang waktu istirahat kita sudah tiba, bila besok pembahasan mengenai Bunda putri belum tuntas, tentu akan ku ceritakan tentang bagaimana kronologisnya.
Bunda Putri Waktu Muda



……………Ohh yaa muda-mudahan ada waktu untuk ku bercerita lewat Blog ini hingga selesai dan mengapa “BUNDA PUTRI” menjadi tenar di media cetak maupun elektronik seperti sekarang ini.

Jumat, 07 Juni 2013

EQUALITY BEFORE THE LAW


Berdirinya Negara tidak terlepas dari keberadaan suatu ideology. Ideology Negara merupakan langkah awal yang dijadikan landasan untuk pembangunan diberbagai bidang, bangunan secara fisik maupun bangunan bersifat non-fisikly. Rangkaian kata-kata serta maksud yang terkandung dalam teks ideology suatu Negara yang kemudian menjadi rujukan utama dalam merumuskan product hokum yang mengatur pola kehidupan bermasyarakat dalam raung lingkup Negara tersebut.
Produk hokum suatu Negara sebagai salah satu instrumen yang memacu serta mengingatkan kepada masyarakat agar tidak lalai atau menyimpang dari cita-cita bersama yang telah dirumuskan dalam sebuah ideology pada awal berdirinya suatu Negara.
Negara Indonesia yang mempunyai ideologi yaitu Pancasila. Pancasila terdiri dari lima sila atau lima kalimat yang disusun untuk dijadikan sebagai rujukan utama dalam mengatur dan mengarahkan negara Indonesia kepada masa depannya. Pancasila yang diwali dengan sila pertama yang menekankan pada masyarakat, khususnya bagi warga negara indonesia harus berketuhanan yang maha esa.
Konteks ketuhanan yang maha Esa dalam ideologi negara Indonesia mengandung maksud bahwa seluruh warga yang diakui oleh Negara Indonesia sebagai warganya harus mempunyai Tuhan. Mempunyai tuhan atau mengakui adanya keberadaan tuhan tersebut tercermin dalam praktek kehidupan sehari-hari, baik secara berkelompok maupun secara individu yang bernilai kemanusiaan atau mempunyai sifat yang manusiawi, beradab, dapat bersatu sesama warga negara, bijaksana, bermusyawara, serta bersikap adil. Pada dasarnya pengertian Tuhan yang dimaksud dalam sila pertama Pancasila adalah sesuatu yang digandrungi dan disembah serta merasa hidup ini berketergantungan dari sesuatu yang kita butuhkan secara mendasar atau filosofis, yaitu Tuhan itu sendiri. Selanjutnya, ajaran tuhan yang bisa diakui oleh Negara Indonesia, dalam ajarannya harus bermuatan nilai-nilai manusiawi, beradab, bersatu, bijak, bermusyawara serta adil. Ajaran tuhan yang tidak memenuhi unsur-unsur tersebut tidak bisa diakui oleh Negara Indonesia alias tidak boleh dianut oleh warga negara Indonesia.
Dalam konteks di atas tersebut tentunya kita sebagai warga indonesia harus mengrefleksikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai implementasi idiology negara kita yaitu negara indonesia. Namun semakin pesatnya kemajuan jaman yangmana dengan alasan demokrasi yang kita junjung tinggi di negara kita, adanya pasar bebas yang membunuh ekonomi rakyat kecil sehingga mengjual idiologynya sebagai masarakat yang beragama, adanya HAM sebagai alasan untuk menyingkirkan agama. Dalam hal ini tentunya kita sudah malanggar idiologi kita sendiri.
Seperti yang telah kita lihat dan kita dengarkan bahwa yang terjadi di negara kita ini bahwa petinggi-petinggi negara yang menjabat di di pemerintahan atau sebagai wakil rakyat. Seakan-akan hukum adalah permainan bagi meraka yang berkuasa, antara penegak hukom saling mengjatuhkan dengan menggunakan hukum yang ada di negara kita. Contoh kasus yang telah kita lihat adalah tahun 2009 terjadinya konflik antara KPK vs POLRI dan ahir-ahir ini juga antara KPK vs partai politik yaitu PKS, konflik antara penegak hukum ini tak terselesaikan seakan-akan itu hanya permainan.
bunyi sila-sila dalam pancalisa
1.       Ketuhanan yang maha Esa
2.       Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.       Persatuan Indonesia
4.       Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
5.       Keadilan social bagi seluruh rakyat indonesia
Akan tetapi realisasi ideology pancasila dalam prakteknya tidak sesuai dengan azas dan tujuan yang terkandung didalamnya sila-silanya, seperti perbedaan ras, suku, agama yang semakin jelas dan kental perbedaannya bukan semakin membiaskan perbedaan, yang ada saling mengatakan bahwa dirinya yang paling benar tanpa mengacu pada acuan kebenaran yang semestinya, dan hanya individualisme yang akan tertanam yang tidak memerhatikan lingkungan sekitar, jika azas-azas pancasila tidak tertanamkan dalam mindset masyarakat Indonesia.
Berbicara perekonomian bangsa kita yang sesuai dengan ideology pancasila, yang seharusnya menyejahterakan masyarkat secara komperhensif, seperti yang tertera dalam sila kelima “keadilan social bagi seluruh rakyat indonesia. Karena jika kita kaji mengenai keadilan sosial secara general akan lebih panjang, maka dari itu penulis mencoba lebih menspesifikasikan mengenai “keadilan social” dalam pancasila sila yang kelima kedalam ruang lingkup ekonomi dan dalam hukum yang terjadi di Indonesia. Dalam sila kelima jika dinterpretasikan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia, yang perlu digaris bawahi adalah keadilan social, yang mana jika kita tarik dalam perekonomian  pembagian yang harus komperhensif tanpa ada yang termarjinalisasikan. Tidak seperti yang terjadi pada saat ini, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin, hal itu sama sekali tidak menunjukkan keadilan social yang tertera pada sila kelima. Jika hal itu tidak secepatnya diuluruskan sesuai sila kelima maka kesejahteraan dan keadilan tidak akan terealisasi
Keadilan social pada pancasila sila kelima, yang artinya tidak ada marjinalisasi dalam menindak kasus pidana. Yang mana jika masyarakat bawah yang melakukan pelanggaran hukum Indonesia di hukum sesuai dengan aturan hukum, begitupun sebaliknya orang pejabat yang melakukan pelanggaraan hukum, hanya diberikan sanksi ringan. Hal seperti itu sama sekali tidak mencerminkan pada sila kelima dalam  ideology bangsa kita.

Rabu, 10 April 2013

TINGKAT KRIMINALITAS DI DESA KERTAJAYA

TINGKAT KRIMINALITAS DI DESA KERTAJAYA
 
Desa kertajaya kecamatan Sungai Keruh Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera selatan. Penduduk Desa kertajaya diperkirakan sekitar 5 ribu orang. Pada tahun 2013 ini sudah mencatatkan sebanyak 2 kali kejadian kasus kriminal.
Kasus kriminal yang pertama terjadi pada awal bulan januari 2013 yaitu telah meninggal seorang warga desa kertajaya bernama Elon yang ditemukan di sungai wilayah Kecamatan Sungai Lilin Kabupaten Musi Banyuasin. Jasad Elon ditemukan oleh salah seorang warga di Kecamatan Sungai Lilin pada saat ia bermaksud memancing disungai. Jasad Elon yang hanyut di sungai dalam kondisi tanpa Kepala ketika di evakuasi oleh pihak berwajib. Jasad Elon yang ditemukan tanggal 9 Januari 2013, selanjutnya di evakuasi di Polres Muba dan sempat bermalam selama 2 hari sejak ditemukan oleh pihak yang berwajib. Pihak berwajib (Polisi) kemudian mengumumkan jasad tanpa kepala dan tanpa identitas tersebut melalui media cetak (koran) kepada warga Muba. Berita media koran yang diketahui oleh keluarganya langsung mendatangi kantor polres muba dan memeriksa ciri-ciri pisiknya serta diyakini bahwa jasad tanpa kepala itu adalah keluarganya yang bernama Elon. Jasad Elon dibawa dan dikuburkan di Desa Kertajaya oleh keluarganya setelah dua hari pasca ditemukan di sungai wilayah Kecamatan Sungai lilin.
Kasus kriminal yang kedua terjadi pada tanggal 7 April 2013 sekitar pukul 15.00 wib. Kejadian kriminal yang kedua kali dalam tahun 2013 di desa kertajaya ini bermula dari persoalan penebangan kayu dihutan. Kayu yang ditebang dengan maksud untuk dijual. Kayu yang terletak di hutan peninggalan nenek pelaku dan korban yang ditebang oleh orang suruhan korban mendapat ancaman dari pelaku agar tidak menebang kayu tersebut. Beberapa kali peringatan lisan yang simpaikan oleh pelaku melalui orang yang diutus, pada hari kejadian pelaku memanggil korban kelokasi kayu yang ditebang. Korban yang bernama Sukanto memenuhi panggilan dari pelaku. Pada saat tiba di lokasi penebangan kayu tersebut korban langsung disambut dengan bacokan parang yang dipegang oleh pelaku yang bernama Jamil. Jamil dan sukanto masih berstatus sudara sepupu dari keturunan ayah mereka yang saudara kandung.
Sukanto yang merasa bahwa lahan hutan tempat kayu ditebang adalah miliknya tidak terima dengan seketika kehadirannya di lokasi yang langsung di bacok dengan parang. Sukanto spontan mengelak dari bacokan parang Jamil. Perkelahian terjadi dengan kondisi sukanto yang juga membawa parang pada saat mendatangi lokasi kejadian. Sukanto mengalami luka bacok ditangan kirinya dan beberapa lebam di anggota badan sedang pelaku yang bernama Jamil mengalami luka-luka bacok dikepala, tangan dan kakinya yang berjumlah sekitar 11 luka bacok dibadan jamil.
Pada hari itu juga setelah kejadian sukanto melaporkan kejadian tersebut ke polisi yaitu Polsek Sungai Keruh yang terletak di desa Jirak Kecamatan Sungai Keruh Kabupaten Musi Banyuasin. Jamil yang mengalami luka-luka di badan akibat perkelahia tersebut langsung dibawa oleh keluarganya kerumah sakit Dr. Muhammad Husein Palembang dan mengalami rawat inap di rumah sakit.
Bagaimana tindak lanjut dari kepolisian (Polsek Sungai Keruh) yang telah menerima laporan dari Sukanto tentang kejadian tindak kriminal perkelahian tersebut. Sampai saat ini tehitung selama 3 hari kejadian yang dilaporkan ke pihak yang berwajib, kasus ini belum ada kejelasannya. Apakah kepolisian menindak lanjuti laporan kejadian tersebut atau sebaliknya, sampai saat ini belum ada konfirmasi dari pihak kepolisian kepada kedua orang yang terkait kasus ini. apabila kejadian yang sudah dilaporkan tersebut tidak mendapat tanggapan atau tindak lanjut dari pihak kepolisian yang bersangkutan. Besar kemungkinan tingkat kriminal di tengah masyarakat desa Kertajaya memang kurang perhatian dari pihak yang berwajib.
Selogan instansi Kepolisian yaitu “POLISI MITRA MASYARAKAT” akan mendapat cibiran dari masyarakat se Kecamatan Sungai Keruh.  Kepolisian yang lamban menangani kasus yang terjadi ditengah masyarakat menambah catatan buruk bagi citra kepolisian di daerah. Instansi Kepolisian yang sedang terpuruk sejak akhir tahun 2012 yang lalu selalu mendapat sorotan media-media baik cetak maupun elektronik. Kepolisian yang di beritakan media, terus dikonsumsi oleh masyarakat luas seluruh Indonesia. Praktek kinerja kepolisian di daerah-daerah seluruh Indonesia mendukung paradigma berpikir masyarakat yang sejak dulu terus memandang kepolisian sebagai musuh.

Sabtu, 09 Maret 2013

Bentrokan TNI Versus Polisi di OKU, Nilai Plus Bagi Demonstran.


Bentrokan TNI Versus Polisi di OKU, Nilai Plus Bagi Demonstran.
 
Oleh : Andi lala S.H.

Pengantar
Dua instansi yang bertugas menjaga keamanan negara yaitu Polri (ancaman dalam negeri) dan TNI (ancaman dari Luar negeri). Dua instansi ini terlibat benturan yang berakhir dengan pembakaran kantor Mapolres Ogan Komering Ulu (OKU), sumatera selatan. Kejadian ini sangat disesalkan berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat secara umum. Mengingat tugas mereka sebagai pejabat yang diberi wewenang untuk menjaga keamanan dan kedamaian ditengah masyarakat dari berbagai ancaman baik dari luar maupun dari dalam negeri sendiri. Persoalan ini yang semestinya tidak terjadi namun tanpa di duga setelah adanya pemisahan antara tugas kepolisian dengan tentara beberapa kejadian sebelumnya pun telah menunjukkan adanya ketidak akuran antara dua instansi keamanan negara tersebut. Dua instansi ini yang seharusnya terjalin kerjasama yang baik dalam rangka saling mendukung tugas mereka dalam memjaga keamanan.

Bila sebelum adanya kejadian-kejadian bentrokan antara dua instansi yang menjaga keaman negara ini, tak jarang masyarakat secara umum memandang sinis terhadap bentuk-bentuk protes kelompok masyarakat maupun mahasiswa yang mengatasnamakan lembaga organisasi yang dibentuk di kalangan masyarakat maupun mahasiswa. Benturan yang terjadi memakan korban sebanyak 5 orang dalam kejadian pembakaran kantor mapolres OKU menunjukkan bahwa bukan saja mahasiswa atau masyarakat tertentu yang bisa bertindak anarkis dalam aksi protesnya yang disebabkan oleh rasa ketidak adilan dalam penegakan hukum yang adil. Kejadian sekelompok tentara yang membakar kantor polisi Mapolres OKU juga demikian. Sebagaimana yang diberitakan oleh media On-line Kompas.com pada tanggal 7 maret 2013. Dengan judul berita “Prajurit TNI OKU Kecewa Soal Penegakan Hukum” dengan isi berita yang di kutif dari artikel berita tersebut sebagai berikut:

Jakarta, Kompas.com-Kodam Sriwijaya tengah menginvestigasi secara internal siapa provokatorpenyerbuan Mapolres Ogan Kemering Ulu. Ditengarai, kekecewaan prajurit Yon Armed 15 terkait kasus penembakan temannya oleh anttota Polri pada 27 Januari 2013 lalu yang tidak jelas titik terang penangan hukumnya memicu insiden itu.

Hal ini disampaikan oleh pangdam sriwijaya mayjen tni nugroho widyotomo, saat dihubungi, kamis (7/3/2013).
Pada 27 Januari, seorang anggota Yon Armed 15 melintas di depan pos polisi. Ia pulang dari pesta pernikahan temannya pada pukul 01.30 wib. Prajurit itu berteriak “polisi gilo” (Polisi Gila) kepada anggota Polri yang sedang berjaga.

Polisi langsung tembak dan menewaskan prajurit itu, cerita nugroho.
Pada kamis (7/3/2013) pagi seharusnya diisi dengan olahraga. Beberapa prajurit menghadap komandan batalyon armed 15/76 meminta izin untuk menyampaikan aspirasi damai. Mereka ingin bertemu kapolres ogan komering ulu untuk menanyakan sampai dimana proses hukum kasus penembakan temannya.

Proses itu sudah diambil alih polda sumatera selatan dan belum ada titik terangnya. Namun, mereka kecewa karena kapolres belum datang. Padahal, rencana kedatangan para prajurit itu sudah dimapaikan sebelumnya.
Kekecewaan itu ditambah dengan keatangan anggota POM TNI AD yang menghalangi niat aspirasi damai. Kekecewaan itu dilampiaskand engan membakar dan melempar.
Anggota kecewa, kenapa Kapolres tidak ada, kata Nugroho.

Tumpukan ketidak percayaan pada proses penegakan hukum akhirnya pecah dalam bentuk aksi.
Saat ini nugroho menyatakan, kodam sriwijaya tengah melakukan investigasi untuk menemukan provokatro penyerbuan tersebut. Pimpinan kodam dan polda juga tengah mengupayakan langkah-langkah agar insiden tidak meluas.

Demonstran Sipil.
Dalam berita yang disebarkan melalui media elektronik ini selayaknya membuka mata para masyarakat yang selama ini memandang remeh para pengunjuk rasa yang sering dikabarkan bentrok, oleh media-media baik cetak maupun elektronik. Dari berita tersebut di atas yang mana asal mulanya juga dari niatan untuk menyampaikan aspirasi, layaknya para kelompok masyarakat yang tergabung dalam oraganisasi maupun organisasi mahasiswa yang juga sering berakhir dengan bentrokan.

Hampir setiap hari bentuk aksi penyampaian aspirasi, baik dari golongan mahasiswa maupun lembaga-lembaga masyarakat terjadi disekitaran Jakarta. Namun dapat kita hitung kejadian bentrokan fisik yang merusak atau memakan korban dari akhir aksi-aksi penyampaian aspirasi dari kelompok sipil tersebut. Dari berbagai aksi-aksi penyampaian aspirasi yang terjadi maupun yang diberitakan oleh media, memang sangat minim sekali aksi penyampaian apirasi tersebut dari kelompok tentara ataupun polisi, karena memang tugas mereka adalah mengawal masyarakat untuk mengantisipasi kejadian-kejadian yang mengganggu keamana atau ketertiban umum. Namun hari ini kita saksikan betapa pentingnya rasa keadilan bagi setiap orang, sehingga tentara dan polisi yang mempunyai tugas yang mirip dalam amanat undang-undang yang mengatur mereka dapat berbenturan (memakan korban dan merusak fasilitas negara) akibat kekecewaan pada proses penegakan hukum. Kita akui bahwa hanya polisi dan tentara yang mendapatkan jaminan hukum untuk dapat menggunakan senjata api, namun tak jarang pula amanat senjata api yang dilegalkan secara hukum untuk digunakan sebagaimana mestinya itu disalah gunakan oleh pejabat yang berwenang. Secara singkatnya, penyampaian aspirasi oleh aparat keamanan jarang terjadi, namun sekali terjadi hal itu tidak tanggung-tanggung alias bisa langsung memakan korban beberapa orang, atau merusak pasilitas negara yang mana hal itu sulit untuk dilakukan oleh para demonstan dari masyarakat maupun mahasiswa.

Kejadian ini, semestinya mampu menyadarkan setiap instansi maupun setiap warga Negara, bahwa sangat perlu memahami produk-produk hukum yang berlaku yang mana undang-undang tersebut berkembang dan mengalami beberapa perubahan-perubahan yang disebabkan perkembangan sosial ditengah masyarakat itu sendiri. Sehingga masyarakat dapat memahami alasan-alasan setiap aksi penyamapaian aspirasi oleh mahasiswa maupun lembaga masyarakat tertentu, sampai dimana tingkat esensi keadilan yang di teriakkan serta sampai dimana pula esensi keadilan itu dilanggar dalam praktek yang dijalankan oleh instansi pemerintah kita.

Demonstran Mahasiswa (HMI)
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang belakangan ini banyak menyerukan aspirasi-aspirasinya terhadap instansi-instansi tertentu disekitarnya, tak jarang pula hal ini HMI menjadi benalu di mata masyarakat Indonesia. Bahkan beberapa instansi tertentu menolak kehadiran HMI untuk datang atau bergabung dengannya yang mana dasar penolakan tersebut berangkat dari berita-berita yang mengabarkan demonstran dari HMI sering membuat kisruh, anarkisme, prontal, merugikan negara, dan sebagainnya. Selain lembaga atau organisasi tertentu yang bersifat semi militer yang memberikan doktrin pada anggotanya agar anti terhadap golongan mahasiswa atau lembaga masyarakat yang suka “Demo”, diantaranya terdapat beberapa kampus-kampus perguruan tinggi yang menolak atau memecat mahasiswanya yang diketahui bergabung dengan organisasi yang tercitrakan buruk di mata masyarakat ini. setelah beberapa kejadian aksi-aksi oleh instansi militer yang justru lebih parah dalam hal mengancam keamanan bagi masyarakat, semoga mampu membuat pencerahan bagi masyarakat tersebut dalam memandang setiap aksi-aksi penyampaian aspirasi oleh mahasiswa ataupun lembaga masyarakat sendiri. Sehingga satu sama lain, diantara warga negara ini dapat saling membantu atau tolong-menolong dalam hal memperingatkan, menjalankan dan mempraktekkan kebaikan dan keadilan yang sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku serta menjauhkan diri dari praktek-praktek saling menyokong untuk suatu perbuatan yang dapat merugikan secara umumnya.

Khususnya Mahasiswa yang lebih sering mendapatkan kecaman dari berbagai pihak akibat dari aksi-aksi mereka yang terkadang bentrok dorong-dorongan dengan oknum penjaga keamanan atau sebatas merusak pagar suatu gedung isntansi yang terkait, telah terbukti bahwa hal itu masih dalam batasan kewajaran yang mana usaha-usaha tersebut lebih banyak dilakukan dengan tanpa pamri bersifat membela kepada kaum yang lemah namun tertindas karena ketidak berdayaannya melakukan perlawan terhadap suatu kezaliman atau ketidak adilan dari instansi-instansi tertentu. Seharusnya pula mendapatkan suatu apresiasi dari kalangan masyarakat luas maupun pemerintah atau bahkan tidak menutup kemungkinan dari pihak-pihak tertentu dapat membantu mahasiswa tersebut untuk meringankan beban-beban ongkos kuliahnya yang telah menyisihkan tenaga serta pikirannya untuk kemakmuran bersama rakyat Indonesia.

Organisasi HMI yang berdiri sejak tahun 1947 Masehi atau bertepatan dengan 14 Rabiul Awal 1366 Hijria ini, telah melakukan ratusan bahkan ribuan kali turun kejalan atau melakukan aksi-aksi penyampaian aspirasi dari hasi kajian dan pembelajaran yang didapatkan oleh para anggotanya dari kampus perguruan tinggi. Tidak pernah memakan korban meninggal pihak penjaga keamanan seperti polisi ataupun tentara, justru sebaliknya tidak sedikit pula anggota dari mereka yang meninggal ataupun terluka akibat pembubaran paksa yang dilakukan oleh para pejabat yang katanya bertugas menjaga keamanan dan ketertiban serta tidak ada gedung yang dibakar oleh para mahasiswa dari organisasi eksternal kampus bernama HMI.

Organisasi HMI yang telah banyak mencetak kader-kadernya yang bergerak dibidang intelektual, politisi, dan juga pragtisi, pasca melewati beberapa jenjang perkaderan maupun struktural di internal oganisasinya yang juga sekarang mengabdikan diri untuk bangsa dan negara Indonesia. Saat ini pula tidak sedikit yang mengecamnya dalam kasus-kasus tingkat nasional (Korupsi Hambalang ditetapkannya Anas urbaningrum, mantan ketua umum PB HMI dan mantan Ketua Umum partai demokrat) yang sekarang sedang menjadi objek pemberitaan setiap media baik cetak maupun elektronik tidak sedikit media yang berusaha menyudutkan HMI sebagai organisasi yang mengajarkan etika perpolitikan yang tidak terpuji dalam pemberitaannya, kira-kira tak kurang mempengaruhi paradigma berfikirnya masyarakat untuk menolak kehadiran para anggota HMI di lingkungannya. Sebagaimana yang berkembang dalam berita-berita terkait itu, secara historisnya sosok yang besengketa seputar kekuasaan berasal dari HMI dan Militer. Dalam hal ini, paradigama yang sudah lama terbangun di masyarakat bahwa hasil produk dari HMI bukan ini yang pertamakalinya mengalami kasus-kasus besar, sehingga sangat mungkin menambah keyakinan di tengah masyarakat untuk berpendapat bahwa golongan dari militer-lah yang lebih baik serta lebih unggul untuk menjadi sosok memimpin negara ini.

Kesimpulan
Kurangnya pengetahuan serta pemahaman masyarakat terhadap aturan-aturan hukum yang berlaku di negara pada umumnya dan bagi individu masyarakat itu sendiri khususnya, menjadi tempat berlindung bagi para okum pelaku ketidak adilan di negeri ini. sehingga penduduk Indonesia yang masyoritas islam belum mampu mejalankan anjuran yang termakhtub dalam kitab sucinya “tolong-menolong lah kamu dalam hal berbuat kebaikan dan jangan lah tolong-menolong dalam hal keburukan”.

Mental masyarakat yang masih dipengaruhi sifat-sifat feodal, dimana keteraturan dan ketertiban itu baru bisa dipraktekkan bila di bawah tekanan kekerasan yang mengancamnya. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa fakta kejadian diantaranya, banyaknya antrian orang-orang yang berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk menjadi pejabat seperti Polisi dan Tentara yang merupakan pilihan terhebat dari berbagai pilihan status sosial lainnya. Beberapa bukti pemilu-pemilu yang digelar yang mampu memenangkan kandidat dari latarbelakang militer, selain itu catatan history sosok Presiden Indonesia yang lebih lama di tangan orang yang sebelumnya berasal dari militer seperti Jend. Soeharto selama 32 tahun dan SBY selama 2 periode sebagaimana telah diatur dalam perubahan UUD sampai sekarang ini dan menetapkan batas maksimalnya. Adapun bila presiden itu berasal dari latarbelakang sipil hanya bersifat sementara yang dimulai dari Ir. Soekarno yaitu berkuasa sementara negara dalam kondisi yang di rongrong oleh belanda dan jepang, Prof. Habibie kurang lebihi 1 tahun, gusdur selama 2 tahun dan mega wati untuk menghabiskan sisa masa periode 5 tahun dari terpilihnya Presiden Gusdur.

Tentu saja secara logika kesamaan hak dan kewajiban-kewajibannya antara sipil dengan militer tersebut dalam masa kepemimpinannya mengalami problem yang sama-sama dianggap belum mampu membawa pada masyarakat yang adil dan makmur sesuai keinginan ideologi pancasila, namun indikasi ketidak adilan itu perebutan kekuasaan di tingkat nasional lebih banyak dimenangkan oleh sosok dari militer dengan kebanggaan masyarakat bahwa mereka menguasa senjata untuk berperang melawan musuh. Namun bila musuh tidak datang dari luar, atau musuh dari luar itu tidak bisa ditangkal dengan kekuatan persenjataan perang, uji coba kemampuan itu bukan tidak mungkin dilakukan terhadap masyarakat itu sendiri. Maka seharusnya pula, masyarakat tidak harus mengeluh bila ada tindakan-tindakan represip dari oknum-oknum militer, karena memang mereka belum mampu merubah paradigama berfikirnya untuk lepas dari faham-faham feodal.