Latar Belakang
Dewasa
ini, kesadaran masyarakat untuk melakukan gotong royong sangat kurang. Hal ini
dapat dilihat dari keadaan lingkungan yang mulai tidak terjaga kebersihannya.
Sedangkan kebersihan lingkungan hanya dapat diciptakan oleh masyarakat itu
sendiri. Bantuan dana dalam jumlah besar serta program-program tidak dapat
menghasilkan perubahan tanpa keikutsertaan masyarakat untuk menjaga lingkungan
sekitar. Kebersihan lingkungan ini dapat dilakukan dengan berbagai macam, salah
satunya adalah bergotong royong.
Gotong
royong adalah bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara
bersama-sama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil. 1
Banyak manfaat yang dapat kita peroleh dengan melakukan gotong royong, antara
lain dengan bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan tentu masyarakat akan
terhindar dari berbagai macam penyakit, seperti wabah diare. Selain itu juga,
gotong royong dapat menciptakan semangat kebersamaan, persatuan, dan kesatuan
yang merupakan sikap dan karakter bangsa Indonesia. Suatu kegiatan tidak akan
memperoleh hasil yang maksimal dan dapat dilakukan dalam waktu yang singkat
bila dikerjakan secara individu. Oleh karena itu, gotong royong sangat
diperlukan untuk memperoleh keduanya.
Kurangnya
kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumahnya
membuat lingkungannya terlihat begitu kumuh dan kotor. Situasi ini dapat kita
temui di daerah yang dipadati oleh penduduk, yang memiliki jarak antara satu
rumah ke rumah lainnya sangat dekat, serta hanya menyisakan sedikit lahan yang
bisa dijadikan jalan untuk bisa dilewati oleh kendaraan beroda empat. Begitu
juga daerah di RW 08, kelurahan Petojo Utara, terlihat begitu kumuh dan tidak
terjaga kebersihannya. Padahal menurut Sadaton (1960: 43), syarat-syarat
halaman rumah yang sehat apabila jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain
tidak boleh terlalu dekat, rumah-rumah yang terletak di daerah yang rendah
lebih baik memiliki langit-langit yang aga tinggi, dan tidak membiarkan sampah
berserakan dihalaman.
Selain
lingkungan rumah yang tidak memenuhi persyaratan, MCK (Mandi Cuci Kakus) di
daerah tersebut pun tidak terawat dan kotor. Masyarakat setempat tidak lagi
memperhatikan kebersihan MCK yang sering mereka gunakan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari, seperti mandi, mencuci, dan buang air besar maupun kecil. Mereka
“seenaknya” menggunakan sandal yang kotor ke dalam MCK, serta tidak adanya
jadwal kebersihan untuk mengontrol kebersihan MCK tersebut. Kumuhnya lingkungan
di RW 08 tersebut menyebabkan banyaknya balita yang menderita penyakit DBD
(Demam Berdarah Dangue) dan diare.
Melihat
sudah tidak terjaganya lagi lingkungan di daerah RW 08 tersebut, maka disusun
berbagai macam program yang diharapkan dapat menumbuhkan semangat kebersamaan
untuk melakukan gotong royong. Melalui kegiatan gotong royong ini masyarakat
akan melakukannya secara bersama-sama, sehingga diharapkan mempermudah
pekerjaan masyarakat setempat untuk membersihkan lingkungan sekitar, menjaganya
agar tetap bersih dan dapat mengurangi jumlah balita yang terkena penyakit DBD
dan diare. Selain itu juga, masyarakat diharapkan bisa menyadari akan
pentingnya kebersamaan dalam menjalankan suatu kegiatan sehingga dapat
terjadinya perubahan perilaku, dari yang terbiasa melakukan secara individu, beralih
melakukannya secara bersama-sama.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka ada dua masalah pokok
yang akan diteliti dalam penulisan ini, yaitu:
- Bagaimanakah
perubahan perilaku masyarakat sebelum dan sesudah melakukan gotong royong?
- Apa
sajakah kendala yang dihadapi oleh para petugas RW ketika berusaha
menumbuhkan semangat bergotong royong masyarakat?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Untuk
mengetahui perubahan perilaku masyarakat RW 08, Kelurahan Petojo Utara,
Jakarta Pusat, sebelum dan sesudah melakukan gotong royong.
- Untuk
mengetahui kendala-kendala yang dihadapi petugas RW 08 ketika berusaha
menumbuhkan semangat bergotong royong masyarakat RW 08.
1.4
Manfaat Penelitian
1. Untuk
memberikan gambaran tentang perubahan perilaku yang dihasilkan melalui kegiatan
gotong royong.
2. Untuk
mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kendala apa sajakah yang dihadapi
para petugas RW 08 dalam usaha mereka untuk menumbuhkan semangat gotong royong
masyarakat.
BAB
II
2.1
Pengertian
Gotong Royong
Gotong
royong memiliki pengertian bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan
dan secara bersama-sama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil. Sikap
gotong royong harus dimiliki oleh setiap elemem atau lapisan masyarakat di
Indonesia, khususnya masyarakat RW 08, Kelurahan Potojo Utara, Jakarta Pusat.
Hal ini disebabkan, segala sesuatu yang dikerjakan secara bersama-sama dapat
dilakukan dengan lebih mudah dan cepat selesai, dan pastinya pembangunan di
daerah tersebut akan semakin lancar dan maju. Bukan itu saja, dengan menerapkan
kebiasaan gotong royong, dapat membangun hubungan persaudaraan atau silaturahmi
yang semakin erat.
Sedangkan
pekerjaan yang dilakukan secara individu, pekerjaan akan terasa lebih sulit dan
membutukan waktu yang lama, serta memeperlambat pambangunan di daerah tersebut.
Suatu pekerjaan yang dilakukan secara individu akan menimbulkan kesenjangan
sosial diantara masyarakat di daerah tersebut.
Menurut
Susi (http://elcom.umy.ac.id), setiap individu yang melakukan suatu
kegiatan secara bersama-sama memiliki alasan bahwa manusia membutuhkan
sesamanya untuk mancapai kesejahteraan, baik jasmani maupun rohani, manusia
sebagai makhluk yang berbudi luhur yang memiliki rasa saling mengasihi, dan
tenggang rasa terhadap sesamanya, dasar keimanan kepada Tuhan yang Maha Esa
yang mengharuskan setiap manusia untuk bekerja sama untuk mendapatkan kebahagiaan
dunia dan akhirat, serta kesadaran bahwa suatu usaha yang dilakukan secara
bersama-sama akan lebih terasa mudah, ringan, dan cepat selesai.
Dalam
gotong royong terdapat nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya, seperti
yang di jelaskan oleh Susi (http://elcom.umy.ac.id), nilai-nilai
norma yang terkandung itu antara lain
kebersamaan, saling membantu dan mengutamakan kepentingan umum, usaha pemenuhan
kesejahteraan, dan usaha penyesuaian antara kepentingan pribadi dan umum.
2.2
Perubahan
Sosial dan Kebudayaan
Pada
zaman dahulu, masyarakat Indonesia hampir tidak terlepas dari kegiatan
bergotong royong, namun semakin berkembangnya zaman yang memaksa manusia untuk
melakukan aktivitas diluar rumah, maka kegiatan bergotong royong sudah jarang
dilakukan oleh sebagian masyarakat. Setiap masyarakat, disadari atau tidak
disadari, akan mengalami perubahan. Soerjono (1982: 258) mengungkapkan
perubahan-perubahan masyarakat ini dapat mengenai nilai-nilai sosial,
norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, dan lain sebagainya.
Para ahli
telah mencoba untuk merumuskan prinsip-prinsp perubahan sosial, ada yang
berpendapat bahwa perubahan itu terjadi dikarenakan unsur-unsur yang
mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti unsur-unsur kebudayaan. Ada
pula yang berpendapat bahwa perubahan sosial itu bersifat periodik dan non
periodik. Namun, Pitirim A. Sorokin (dalam Soerjono Soekanto, 1982: 263) meragukan
kebenaran akan adanya lingkaran-lingkaran perubahan sosial tersebut. Akan
tetapi, perubahan-perubahan itu akan tetap ada, dan lingkaran yang menyebabkan
terjadinya perubahan sosial itu harus tetap dipelajari agar dapat diperoleh
suatu generalisasi.
Kingsley
Davis (dalam Soerjono Soekanto, 1982: 266) berpendapat bahwa perubahan sosial
merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Namun, dalam kehidupan sehari-hari
tidak mudah untuk menemukan perbedaan antara perubahan sosial dan perubahan
kebudayaan, karena tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan
sebaliknya tidak ada kebudayaan yang tidak terjelma oleh masyarakat.
Pada
dewasa ini perubahan sosial dapat diketahui dengan ciri-ciri bahwa tidak ada
masyarakat yang berhenti perkembangannya, suatu perubahan pada suatu lembaga
tertentu akan diikuti perubahan pada lembaga sosial lainnya, perubahan sosial
yang terjadi dengan cepat akan menyebabkan disorganisasi yang bersifat
sementara karena terdapat proses penyesuaian diri di dalamnya, yang dimana
disorganisasi ini akan diikuti oleh reorganisasi yang memantapkan kaidah-kaidah
dan nilai-nilai lain yang baru, serta perubahan-perubahan sosial tersebut tidak
dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spiritual saja. (Soerjono,
1982: 267-268)
Perubahan-perubahan
sosial akan bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Perubahan itu mungkin
akan bergerak kepada sesuatu bentuk yang baru atau bergerak kearah suatu bentuk
yang sudah ada pada masa lampau.
2.3
Gotong
Royong Dalam Psikologi Sosial
McDavid
dan Harari (1968) (dalam Sarlito, 2002: 9) mendefinisikan psikologi sosial
sebagai studi ilmiah tentang pengalaman dan perilaku individual dalam kaitan
dengan individu lain, kelompok dan kebudayaan. McDavid dan Harari mencoba untuk
memperhitungkan pengaruh masa lampau di dalam definisinya, karena mereka
mencoba untuk mengaitkan antara pengalaman dan perilaku individu tersebut,
yaitu individu lain, kelompok, dan kebudayaan.
Dalam
psikologi sosial, Myers (1996) (dalam Sarlito, 2002: 328) menjelaskan bahwa
hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan dirinya sendiri disebut altruisme. Altruisme memiliki berbagi teori, namun teori yang mendekati alasan
masyarakat melakukan gotong royong adalah teori empati dan teori norma sosial.
Batson
(1991,1995) mengatakan bahwa egoisme dan simpati berfungsi dalam perilaku
tolong menolong. Bila egoisme dan simpati digabungkan, maka keduanya dapat
menjadi empati, yaitu ikut merasakan penderitaan orang lain sebagai
penderitaannya sendiri. Dalam teori ini Miller dan Eisenberg (1988) menitik
beratkan pada usaha menolong ini terletak pada penderitaan orang lain, bukan
pada penderitaannya sendiri, karena jika orang lain dapat terlepas dari
penderitaannya, maka si penolong pun akan terbebas dari penderitaanya juga.
(dalam Sarlito, 2002: 329-330)
Menurut
teori norma sosial, orang menolong karena diharuskan oleh norma-norma sosial.
Ada tiga macam norma sosial yang biasa dijadikan pedoman, yaitu (a) norma
timbal balik (reciprocity norm), kita
membalas pertolongan dengan pertolongan, (b) norma tanggung jawab sosial (social responsibility norm), kita wajib
menolong orang lain tanpa mengharapkan balasan apa pun di masa yang akan
datang, dan (c) norma keseimbangan (harmonic
norm), norma ini berlaku di dunia Timur. Teori ini menjelaskan bahwa
seluruh alam semesta harus berada dalam keadaan yang seimbang, serasi, dan
selaras. Manusia harus membantu untuk mempertahankan keseimbangan itu, antara
lain dalam bentuk perilaku menolong. (Sarlito, 2002: 330-331)
2.4 Kesehatan
masyarakat
Kesehatan
adalah harta yang tak ternilai harganya. Kesehatan pribadi dan kesehatan
masyarakat saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini dikarenakan, semakin
banyak orang yang memperhatikan kesehatan dirinya sendiri, maka makin baik
kesehatan masyarakatnya. Begitu juga sebaliknya, semakin buruk kesehatan
masyarakatnya, maka akan berpengaruh kepada kesehatan pribadi warga
masyarakatnya.
Menurut Indan
(1994: 20), faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang itu antara lain penyebab
penyakit, manusia sebagai tuan rumah, dan lingkungan hidup. Jelas sekali bahwa
lingkungan hidup berperan penting dalam kesehatan. Lingkungan hidup itu sendiri
diartikan sebagai segala sesuatu baik benda maupun keadaan yang dapat
mempengaruhi kesehatan masyarakat (Indan, 1994: 22).
Indan
membagi lingkungan hidup ini ke dalam empat golongan, yaitu lingkungan biologi,
fisik, ekonomi, dan mental sosial. Keempat golongan lingkungan ini saling
mempengaruhi, yang dimana bila kemiskinan disertai dengan sifat-sifat anti
sosial akan menyebabkan keruntuhan akhlak secara total
ANALISIS
Gotong royong merupakan salah satu
cara untuk merubah perilaku masyarakat. Dengan terbentuknya perubahan perilaku
masyarakat, maka kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya akan terjaga
dengan baik, khususnya bagi masyarakat dikawasan padat peduduk, yang identik
dengan kekumuhan. Namun, usaha gotong royong ini bukanlah suatu yang mudah
diterima kembali oleh masyarakat zaman sekarang yang mulai mementingkan
kepentingan dirinya sendiri.
Usaha untuk mengembalikan kembali
semangat gotong royong ditengah-tengah masyarakat yang mulai memiliki aktivitas
dan kesibukan yang berbeda bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan.
Berbagai aspek harus diperhitungkan dengan jelas, seperti pemilihan waktu yang
tepat untuk melakukan gotong royong, hal ini dikarenakan jam kerja setiap
individu yang berbeda-beda.
Begitu juga para petugas RW 08,
Kelurahan Petojo Utara, berusaha keras untuk membangkitkan semangat gotong
royong masyarakatnya. Oleh karena itu, mereka berusaha untuk menyusun berbagai
macam program yang diharapkan melalui program-program ini dapat membangkitkan
semangat gotong royong masyarakat untuk menjaga kelestarian dan kebersihan
lingkungan tempat tinggal mereka. Program-program itu antara lain adalah:
1. Program
Penghijauan
Program
ini merupakan kegiatan menanam tanaman hias dan pohon di sekitar rumah untuk
menambah asri lingkungan rumah. Kegiatan ini dimulai sejak tahun 2004. Atas
semangat bersama untuk memberikan penghijauan di lingkungan RW 08, saat ini
sudah ada satu warga yang berhasil membudidayakan tanaman anthurium dan
adenium.
2. Program
Komposing
Program
ini merupakan kegiatan memilah sampah yang dimulai dari rumah tangga. Sampah
organik ini dimanfaatkan untuk kompos dan sampah plastk di daur ulang. Saat ini
kader posyandu sedang mengembangkan kompos “Takakura”, dan melalui program ini
volume sampah telah berkurang 10-15%. Sampah yang didaur ulang oleh para kader
posyandu tersebut telah mengikuti pameran di berbagai instansi pemerintah atau
lembaga lainnya, serta pameran di Monas. Melaui program ini juga kader posyandu
berhasil menyumbangkan dana untuk kas RW 08 sebesar Rp. 7.800.000,-.
3. Program
Kali Bersih
Melalui
program ini pengurus RW 08 mengajak masyarakat, khususnya bapak-bapak dan para
pemuda, untuk membersihkan kali krukut. Program ini dilaksanakan tiga bulan
sekali (dimulai sejak Mei 2004). Akan tetapi, program ini memiliki kendala,
yaitu banyaknya lumput yang terdapat di dalam kali Krukut dan masih
kurangnya kesadaran masyarakat, sehingga
hasil yang diperoleh melalui program ini tidak maksimal.
4. Program
Pengelolaan Air Bersih
Program
ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas kesehatan warga melalui pentingnya
air minum yang bebas dari kuman dan wadah penyimpanan yang aman dari
rekontaminasi.
Kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan hingga saat ini adalah melakukan diskusi cara-cara pengelolaan air
yang dilakukan secara rutin, 2 kali seminggu, yang dihadiri oleh setiap
perwakilan warga sejak tahun 2006. Akan tetapi pada saat ini, kegiatan ini
hanya dimonitoring oleh ibu-ibu PKK.
Program pengelolaan air bersih ini
lebih dikenal dengan sebutan “air rahmat”, yang dimana melalui program ini juga
mulai merubah perilaku masyarakat RW 08. Masyarakat sudah mulai mengerti untuk
menggunakan air bersih untuk kegiatan sehari-hari, terutama untuk kebutuhan
memasak dan air minum. Selain itu juga, jumlah penduduk yang terjangkit
penyakit DBD dan diare sudah mulai
berkurang. Pada tahun 2007, jumlah penduduk yang terjangkit penyakit DBD
sekitar 9 orang dan yang terjangkit wabah diare sekitar 2 orang. Akan tetapi
perubahan drastis terjadi pada tahun 2008, tidak ada satu penduduk pun yang
terjangkit penyakit-penyakit tersebut. Ini merupakan hasil dari perubahan
perilaku masyarakat yang patut dibanggakan. Perubahan perilaku ini tidak akan
terjadi tanpa ada kerjasama antara pengurus RW 08 dan masyarakat sekitar.
Program-program diatas bertujuan untuk dapat merubah
perilaku masyarakat sekitar agar memiliki kesadaran diri untuk melakukan gotong
royong dari hal-hal kecil hingga hal-hal yang sulit untuk dikerjakan. Melalui
program ini, sudah dapat terlihat dengan jelas bahwa masyarakat di RW 08 sudah
mulai menunjukkan perubahan perilaku. Hal ini dapat dilihat sebagian besar
program-program yang telah direncanakan sudah berjalan dengan lancar atas
kerjasama antara pengurus RW, ibu-ibu PKK, pengurus posyandu, dan masyarakat
sekitar.
Untuk mengetahui respon dari masyarakat tentang
perubahan perilaku setelah terjadinya kegiatan gotong royong pada masyarakat di
RW 08, Kelurahan Petojo Utara, maka dilakukan suatu penelitian. Dari hasil
penelitian tersebut, diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 1
Masyarakat RW 08 sudah menerapkan kebiasan gotong royong
|
No
|
Jawaban responden
|
Frekuensi
|
Presentase (%)
|
keterangan
|
1
|
Iya
|
40
|
80%
|
|
2
|
Tidak
|
10
|
20%
|
|
Dari hasil kuesioner pada table 1, dapat diketahui
jumlah masyarakat yang sudah melakukan kebiasaan gotong royong sebanyak 80
orang dengan presentase sebanyak 80%. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran
masyarakat untuk melakukan gotong royong sudah tinggi. Kesadaran masyarakat
yang tinggi ini telah berhasil menciptakan suatu perubahan perilaku yang
berdampak positif kepada kebersihan dan kesehatan lingkungan. Perubahan
perilaku ini dapat dilihat dari perbandingan hasil kuesioner di bawah ini;
Tabel 2
Sebelum gotong royong
|
No
|
Keadaan lingkungan
|
Jawaban Responden
|
Iya
|
Tidak
|
Frekuensi
|
Presentase
|
Frekuensi
|
Presentase
|
1
|
Perencanaan program
|
-
|
-
|
50
|
100%
|
2
|
Kebersihan
|
13
|
2,6%
|
37
|
7,4%
|
3
|
Kesehatan
|
15
|
30%
|
35
|
70%
|
4
|
Penularan penyakit
|
38
|
7,6%
|
12
|
2,4%
|
Pada tabel diatas dapat terlihat dengan jelas bahwa
sebelum tahun 2004 program-program, yang telah terlebih dahulu disebutkan
diatas, belumlah tersusun sehingga mengakibatkan masyarakat tidak memiliki
kesadaran untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungannya. Hanya sebagian
kecil masyarakat yang menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan, dan ini
kurang didukung oleh masyarakat lainnya, Kurangnya kesadaran masyarakat ini mengakibatkan
banyaknya jumlah masyarakat yang terserang panyakit, seperti DBD dan diare.
Melihat begitu kurangnya kesadaran masyarakat, maka
pada tahun 2004 hingga pada saat ini, para pegurus RW 08 menyusun berbagai
program untuk menjaga kebersihan serta kesehatan lingkungan. Setelah
program-program itu terlaksana, maka terlihat dengan jelas perubahan peilaku
masyarakat, yang berdampak positif terhadap lingkungan. Perubahan ini dapat
terlihat pada tabel dibawah ini;
Tabel 3
Sesudah gotong royong
|
No
|
Keadaan lingkungan
|
Jawaban Responden
|
Iya
|
Tidak
|
Frekuensi
|
Presentase
|
Frekuensi
|
Presentase
|
1
|
Perencanaan program
|
50
|
100%
|
-
|
-
|
2
|
Kebersihan
|
45
|
90%
|
5
|
10%
|
3
|
Kesehatan
|
48
|
9,6%
|
2
|
4%
|
4
|
Penularan penyakit
|
49
|
9,8%
|
1
|
2%
|
Pada tabel diatas terlihat dengan jelas perubahan
yang drastis, bila kita bandingkan dengan keadaan lingkungan pada sebelum tahun
2004. Program-program sudah mulai terlaksana secara rutin, sehingga kebersihan
dan kesehatan lingkungan pun terpantau dengan baik. Perubahan perilaku
masyarakat terhadap lingkungan ini pun menyebabkan jumlah masyarakat yang
terserang penyakit, seperti DBD dan diare, berkurang jauh.
Melihat sudah tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk
bergotong royong menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan, maka dapat
dikatakan bahwa tujuan awal para pengurus RW 08 menyusun program-program diatas
telah berjalan lancar. Namun, keberhasilan ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk diraih. Para pengurus RW harus bersabar
dan penuh kegigihan ketika harus menghadapi warga yang tidak ingin melakukan
kegiatan gotong royong.
Pengurus RW 08 membutuhkan waktu yang lama untuk
menerapkan kebiasaan bergotong royong ini kepada warganya. Tidak sedikit warga
yang menolak program-program tersebut. Mereka berpendapat bahwa lingkungan
mereka bisa bersih tanpa harus diadakan kegiatan secara bergotong royong.
Mungkin mereka bisa membersihkan lingkungan rumah mereka, akan tetapi hasilnya
tidaklah akan maksimal. Hal ini dikarenakan, mereka hanya memperhatikan,
merawat dan menjaga kebersihan lingkungan rumah mereka, tetapi tidak pada
lingkungan diluar batas rumah mereka sendiri.
Sosialisasi ini pula mengalami kendala yang datang
dari faktor internal, yaitu kurangnya pengurus RW 08 serta kurangnya dana untuk
melaksanakan program-program ini. Berbagai macam cara telah dilakukan untuk
terlaksananya kegiatan gotong royong ini, mulai dari mengeluarkan dana pribadi
setiap pengurus RW sampai pada mencari sponsor. Semua usaha ini dilakukan agar
terlaksanya program-program yang telah terencana tersebut, dan agar terciptanya
perubahan perilaku masyarakat RW 08.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kehidupan bermasyarakat tidaklah
dapat terlepas dari kegiatan bergotong royong. Namun pada zaman sekarang banyak
yang telah mengesampingkan manfaat yang dapat diambil dalam pelaksanan gotong
royong.
Kesadaran masyarakat untuk
melakukan gotong royong harus terus ditingkatkan, karena bila kesadaran masyarakat
untuk melakukan gotong royong, maka akan terjadinya perubahan perilaku di dalam
masyarakat tersebut. Perubahan ini dapat terlihat dari kesadaran masyarakat
untuk menjaga kebersihan serta kesehatan lingkungan secara bersama-sama.
Lingkungan yang bersih dan sehat
akan menghasilkan dampak positif bagi kelangsungan hidup masyarakat RW 08,
yaitu berkurangnya jumlah masyarakat yang terjangkit penyakit, seperti DBD dan
diare.
Masyarakat mulai bergotong royong
melaksanakan program-program yang telah tersusun secara rutin. Warga RW 08
tidak lagi merasa jijik ketika mereka harus membersihkan kali krukut, tidak
lagi harus menunggu lingkungan terlihat gersang, tidak lagi risih ketika harus
memilah sampah untuk diduar ulang, dan sebagainya. Mereka akan langsung “bergerak”
untuk membersihkan lingkungan dan menjaga kesehatannya, ketika mereka merasa
tidak nyaman dengan lingkunganya. Melalui program-program yang telah disusun,
masyarakat merasa terbantu ketika mereka ingin membersihkan lingkungan mereka.
Menumbuhkan semangat gotong royong
dalam diri setiap masyarakat di RW 08 bukan lah sesuatu yang mudah dan dapat
dilaksanakan dalam waktu yang singkat. Para pengurus RW 08 membutuhkan waktu
selama bertahun-tahun untuk mensosialisasikan program-program mereka kepada masyarakat
sekitar. Para pengurus RW juga tidaklah jarang harus beradu argumentasi dengan
masyarakat yang menolak untuk melaksanakan program-program tersebut. Selain itu
juga, keterbatasan tenaga yang dimiliki para pengurus RW serta keterbatasan
dana juga menghambat terlaksananya program-program tersebut yang bertujuan
untuk menumbuhkan semangat kebersamaan masyarakat untuk melakukan gotong
royong.
5.2 Saran
Para pengurus RW hendaknya terus
memantau keberlangsungan program-program yang telah disusun. Mereka tidak boleh
merasa bangga, ketika program pertama telah berjalan lancar. Akan tetapi,
mereka harus terus memperbaiki kekurangan-kekurangan dan kendala-kendala yang
mereka hadapi ketika program tersebut berhasil dilaksanakan.
Masyarakat juga janganlah bergantung
pada program-program saja ketika mereka hendak membersihkan lingkungan mereka.
Akan tetapi, masyarakat jugaharus terus menjaga kebersihan dan kesehatan
lingkungan setiap hari diluar program.
Pemerintah juga harus mendukung
usaha-usaha yang telah dilakukan masyarakatnya untuk menjaga kebersihan dan
kesehatan lingkungan. Pemerintah harus terus menegaskan peraturan-peraturan
yang telah dibuat, jangan menjadikan peraturan-peraturan tersebut hanya sebatas
diatas kertas.
DAFTAR
PUSTAKA
Entjang,
Indan. (1994). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Bandung.
Hasri, Muhammad. 2009.
Implementasi Perilaku Gotong Royong dalam Kehidupan Masyarakat Perkotaan
Bulukumba.http://hasrilpmp.wordpress.com/2009/01/27/implementasi-perilaku-gotong-royong-dalam-kehidupan-masyarakat-perkotaan-bulukumba/. [18 Mei 2010]
Sarwono,
Sarlito Wirawan. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi
Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.
Singarimbun,
Masri. 1989. Metode Penelitian Survai.
Jakarta: LP3ES.
Soekanto,
Soerjono. 2009. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Soerjohardjo,
Sadatoen. 1960. Ilmu Kesehatan. Jakarta: Prapanca.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rachmawati Agus Marsanti
NIM : 0621150009
Penghargaan : Juara 3 Kompetisi Karya
Tulis Mahasiswa UKI 2009