Translate

Senin, 05 November 2012

Lingkungan Menurut Ajaran Islam




Hakekat penciptaan manusia menjadi khlifah fil al-ardi sebagaimana firman Allah dalam Kitab Suci Al-Qur’an ( Qs. Al-Baqarah : 30 ).
Sejatinya sebagai khalifah, manusia harus bisa mengemban amanat yang tidak di berikan kepada langit, bumi, matahari maupun hewan. Manusia di karunia akal adalah sebagai perangkat agar bisa memahami ma’na hakekat penciptaannya dan yang lainnya bukan untuk mengingkari ma’na tersebut.
Jabatan khalifah untuk manusia secara ekplisit telah disebutkan oleh Allah dalam beberapa ayat Al-Quran. Salah satu ayat yang paling masyhur tentang ke-khalifah-an manusia tersebut adalah ayat  165 QS. Al-Anam ;
Dan Dia lah yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di muka bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat.”
Makna istilah khalifah dalam ayat di atas diartikan sebagai menggantikan malaikat untuk mengurus bumi atau mendapat amanah dari Allah untuk mengelola bumi. Sedangkan dalam bahasa Inggris, istilah ini sering diterjemahkan dengan istilah viceregent yang berarti wakil yang berfungsi untuk mengawasi, menata atau menjaga serta melindungi suatu wilayah (guardianship).

Berdasarkan makna kata khalifah di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa jabatan khalifah yang disandang oleh manusia adalah sebuah jabatan yang diamanahkan oleh Allah kepada manusia untuk mengawasi, menata, menjaga atau melindungi semua ciptaanNya yang terdapat di muka bumi, termasuk alam atau lingkungan hidup.
Tugas pengawasan dan penjagaan tersebut bukan pula berarti manusia dilarang untuk memanfaatkan hasil atau kekayaan yang dimiliki dan berasal dari bumi. Memanfaatkan hasil atau kekayaan bumi untuk kebutuhan manusia bahkan dianjurkan oleh Allah selama hal tersebut tidak melampaui batas atau mengarah pada tindakan eksploitatif terhadap bumi.
Persoalan lingkungan memang sangat unik bagi manusia serta cenderung tidak ada habisnya, mengingat Allah menciptakan Bumi sebagai tempat bernaung dan sekaligus tempat beraktivitas manusia untuk bertahan hidup misalkan termaktub dalam QS. Al-Baqarah; 60,
Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. Kita ketahui bahwa setiap kemajuan teknologi serta bangunan-bangunan gedung yang tinggi yang kita nikmati hari ini adalah hasil pemanfaatan alam sekitar sehingga menjadikan Ibu Kota sebagai kota Metropolitan, dilihat dari sisi negatif yang timbul akibat bangunan-bangunan yang megah dan menjulang tersebut telah menyita lahan atau tempat-tempat yang sebelumnya menjadi tempat penampungan air ketika musim hujan sehingga hari ini, ketika musim hujan datang kita harus siap menghadapi banjir.
Namun demikian, disinilah fungsi akal mempertimbangkan dampak manfaat bagi manusia dan alam semesta tentang perihal yang harus menjadi prioritas utama.
Sebagaimana pandangan Profesor Dr. Ali yafi yang di beritakan oleh koran Republika beberapa waktu lalu bahwa Khalifah yang memahami Al-Quran dan Hadis tentu tidak akan berbuat sewenang-wenang terhadap lingkungan dan alam semesta kata “rabbul’alamin”  menyiratkan bahwa Allah SWT. Adalah Tuhan sekalian alam bukan tuhan bagi sekelompok orang dalam QS. Al-Araf: 31
“Hai Manusia Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.”
Beberapa ayat yang menjelaskan hal serupa, cukup bagi kita sebagai acuan untuk merenungi bahwa tindakan kita yang berlebihan terhadap lingkungan merupakan suatu hal yang tidak mencerminkan sifat seorang khalifah sebagaimana janji primordial antara Manusia dan Sang Pencipta bahwa tidak ada alasan bagi kita untuk mengajukan protes terhadap Allah bahwasanya kita lupa dalam hal menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan sekitar.

Apa yang Harus Dilakukan?
Sebagai khalifah yang penuh dengan rasa tanggungjawab serta amanah ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk dilakukan.
Sebagai pemerintah yang berwenang mengambil kebijakan misalnya, Undang-undang 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup telah banyak memuat aturan-aturan yang berwawasan keseimbangan lingkungan berikut dengan system kontrol oleh pemerintahan harus di implementasikan dalam wujud dunia nyata secara maksimal tidak sebatas berharap agar para pemilik modal akan mengikuti aturan tersebut. Sebagai pemilik modal harus peka terhadap kelangsungan pelestarian lingkungan, turut menciptakan bangunan-bangunan ramah lingkungan.
Sebagai mahasiswa untuk terus meningkatkan pengetahuan dan teknologi yang membantu proses penciptaan keadilan terhadap lingkungan. Sebagai masyarakat dan lainnya, mengerti dan memahami akan pentingnya peranan lingkungan sehat sebagai sumber kehidupan kita dalam beraktifitas sehari-hari.
Kesimpulan
Dalam menjaga kelestarian lingkungan alam harus diatasi secara bersama dan komprehensif di berbagai bidang kegiatan manusia sesuai dengan keahliannya masing-masing. Bahwa Allah SWT. Telah mengamanatkan bumi sebagai tempat bernaung kita sudah merupakan sunatullah serta tidak ada alasan bagi para manusia untuk melupakan dalam menjaga serta melestarikan lingkungan ini, demi keberlangsungan generasi umat yang akan datang. Apapun bentuk kesulitan dalam menegakkan aturan-aturan yang ada baik itu ajaran agama maupun peraturan-peraturan yang dibuat oleh manusia melalui Undang-undang harus tetap diusahakan secara maksimal sebagai makhluk yang penuh rasa syukur atas segala rahmat serta karunia yang telah diberikan oleh sang pencipta.

Kamis, 11 Oktober 2012

Kader


BASIC TRAINING (LK 1) HMI KOMISARIAT FISIP UNIV. TERBUKA JAKARTA
SEPTEMBER 27-30 2012

Apa yang susah dalam melaksanakan BASIC TRAINING. Cukup dengan menyebarkan pengumuman bahwa Basic Training akan dilaksanakan di Bogor Puncak, Cisarua, Villa Manado. Penanggungjawab adalah Ketua Umum Komisariat FISIP UT Zahirsyah dengan ketua pelaksana Miftahudin

Sebagaimana yang tercantum dalam pedoman perkaderan di Organisasi HMI bahwa Training HMI dilakukan dengan selogan sistem yang terukur, terencana, sistematis dan profesional.

Terukur yang berarti ada batas ketentuan tentang target peserta dan kalkulasi biaya yang dibutuhkan selama pentrainingan berlangsung dan target pelatihan yang ingin dicapai.
Terencana yang dimaksudkan adalah perencanaan target peserta seperti apa yang ingin direkrut (mahasiswa), termasuk tujuan-tujuan proposal dan undangan yang akan disebarkan.

Sistematis mengenai susunan acara termasuk tahapan-tahapan yang dilaksanakan mulai dari pra sampai pada pasca Basic Training. Adapun propesional yang dimaksud adalah seluruh tahapan yang sudah direncanakan dijalankan dengan cara-cara yang profesional serta sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

Meski dengan sistem serta penyusunan tahapan yang akan dilakukan namun para panitia acara harus dapat mempersiapkan diri akan hal-hal yang mungkin terjadi termasuk juga hal-hal yang tidak diinginkan seperti miskomunikasi antara personal kepanitiaan.

Tahapan yang dikelola dengan benar akan menuntut keseriusan setiap individu yang bersangkutan dengan pelaksanaan acara. Mengingat aktifitas organisasi yang wajib dijalankan oleh setiap re-generasi kader, kesibukan pribadi masing-masing personal kepanitiaan yang menuntut pihak-pihak yang bersangkutan untuk satu sama lainnya harus saling berusaha menutupi atau melengkapi berbagai macam bentuk kekurangan-kekurangan yang terjadi di lapangan.

Sampai pada hari pembukaan Basic Training dimulai peserta yang dapat mengikuti Basic Training tersebut berjumlah Delapan orang, dibuka secara resmi oleh Ketua Umum HMI Cabang Jakarta Pusat Utara bernama M. Fanan dan selanjutnya, training tersebut diserahkan secara resmi kepada Team Master of Training Muhibullah sebagai Koordinator, Zulkarnain, Sukri H. Keper yang mendapinginya.

Dari keseluruhan peserta yang berjumlah Delapan orang tersebut yang dinyatakan berhak mengikuti Pelatihan Kader tingkat satu setelah melalui proses penyaringan calon-calon kader dari sejumlah mahasiswa yang telah mendaftarkan dirinya untuk mengikuti acara tersebut.

Dalam jenjang perkaderan HMI yang berjumlah Tiga tingkatan perkaderan formal HMI, masing-masing tingkatan perkaderan tersebut yaitu harus dimulai dari tingkatan pertama Basic Training yang apabila telah dinyatakan lulus dalam perkaderan tingkat pertama tersebut akan melalui proses pematangan pemahamannya terhadap materi-materi yang telah disampaikan pada saat mengikuti Basic Training yang dinamakan Followup dan up-grading selama jedah waktu yang sesingkat-singkatnya satu  tahun kedepan.

Setelah satu tahun pasca mengikuti Basic Training dengan asumsi telah mengikuti proses pendalaman materi-materi pada tahapan training tingkat pertama di Organisasi HMI maka sosok mahasiswa tersebut lebih tepat di sebut sebagai seorang Kader yang akan mengemban tugas dan amanah untuk meneruskan cita-cita mulia sebuah Organisasi Mahasiswa Islam.

Sebagai pemangku gelar Kader tingkat pertama di HMI maka terbuka peluang untuk mengkuti jenjang perkaderan yang berikutnya adalah Intermediate Training. Dengan mengikuti Training HMI tingkat midle tersebut akan membuat personal seorang kader menjadi lebih percaya diri karena telah teruji dalam berbagai hal, khususnya mengenai persoalan-persoalan yang bersangkutan dengan pengelolaan dan manfaat sebuah organisasi yang digeluti.

Adapun dari jumlah delapan orang peserta Basic Training kali ini terdiri dari empat orang mahasiswa yang berasal dari Kampus Universitas Terbuka UPBJJ UT Jakarta dan empat orang mahasiswa dari Kampus YARSI.

Dengan penuh antusias mereka mengikuti pentrainingan HMI yang dikemas dengan penuh lika-liku kehidupan yaitu baik dan buruknya tentang realita ditengah kehidupan yang nyata. Meski terkadang terasa menjengkelkan namun proses itu dilalui dengan baik tanpa ada rintangan yang serius.

Sabtu, 22 September 2012

PROBLEM GENERASI MUDA

Ide perubahan tidak cukup dengan hayalan. Jika hayalan adalah mimpi, maka mimpi adalah bunga tidur di waktu malam, dikala bulan bersinar terang, bintang-bintang berkedip malu.

Rasa malu adalah manusiawi sebagai manusia yang punya ide tentang sebuah perubahan, dari keterpurukan menjadi keleluasaan, dari penindasan menujuh kebebasan, dan dari kesusahan berubah menjadi ketenangan, kedamaian serta keindahan, sambil menikmati hidup hingga ajal menjemput.
Coba lihat diri mu terlebih dahulu, sebelum bicara tentang membebaskan orang lain...!!

Bukan manusia seutuhnya tanpa melihat diri. Bahkan Tuhan pun memerintahkan kita, bila ingin mengenal-Nya, maka kenalilah diri mu”. Mengenal diri seolah kita mengenal tuhan, bagaimana itu..?,

tentu gampang saja kita simpulkan, bila kita kenali diri kita sebagai orang yang jahat, maka itulah tuhan mu yang berarti jahat.

Sebaliknya bila kita mengenal diri kita sebagai orang yang baik, mungkin itulah cermin tuhan mu. Maka dapat kita tarik kesimpulannya mengapa tuhan menyarankan kita untuk mengenal diri kita sendiri, paling tidak sebagai lasannya adalah kita tidak bisa bohong pada diri kita sendiri, hati nurani.

Nurani,  bukan “Nur-Anil” (bapaknya saudaraku)..!

nurani inilah yang sering bergejolak saat kita pernah dipaksakan orang lain untuk sebuah ketentuan pilihan. Orang menyatakan isi hati nuraninya dengan berbagai cara serta alasan misalnya, aah ini prinsip..! atau kita katakan “tidak bisa, inilah aku”.

Apapun alasannya, atau apapun kata-katanya untuk mengungkapkan isi hati nurani itu yang pastinya ia menunjukkan eksistensi diri kita yang berbeda dengan orang lain. Mungkin tuhan tidak membuat cetakan manusia yang sama sehingga rambut kita boleh sama hitam, tapi hati serta pikiran kita belum tentu sama, (Unik).

Keunikan itu sebagai salah satu ciri ketuhanan, bila kita pernah memandang sesuatu yang kita anggap unik, maka itulah bukti bahwa kita tidak bisa meniadakan tuhan, sekalipun ia tidak pernah muncul sepanjang hidup kita sampai akhir hayat.
Selain alasan diatas, mengapa Tuhan menganjurkan kita mengenal diri sendiri adalah kita sesuatu yang nyata, ia adalah objek tempat kita mendasarkan semua alasan tindakan yang kita perbuat.

Dari pemahaman ungkapan diatas, mengarah pada sebuah kesimpulan bahwa kita tidak harus sama seperti apa yang orang lain lakukan, karena sangat jelas ada perbedaan tempat kita menyandarkan semua alasan atas tindakan kita yang dianggap berbeda tersebut.

Masa remaja telah usai, sekarang kita berada di sebuah perguruan tinggi.

Kata tinggi mengingatkan kita akan sebuah pohon yang tinggi dan diterpa oleh angin yang kencang.
Maka perguruan tinggi sebagai tempat kita menempa diri, bukan saja kita tidak bisa turun, melainkan bisa jatuh terhempas dilantai tertimpa tangga.
Oohh... Nasib...!!

Dalam rangka menghindari nasib seperti ini, maka para orang-orang sebelum kita berusaha menanamkan doktrin agar kita senantiasa bersabar dengan semua bentuk proses yang kita lalui.

Heeyy... anak muda..! masih muda koq loyo..!

bila terlalu banyak sabar, biasanya orang cenderung terkesan lemas serta berusaha menghindari masalah. Kekeliruan ini bukan tidak sering dialami setiap generasi, hampir disetiap generasi mengalami problem yang sama dan mayoritas terjebak dengan takut masalah dan cenderung pilih jalan aman.

Oleh karena itu perlu kita pertegas bahwa yang dimaksud dengan “sabar” disini bukan berarti takut dengan persoalan duniawi, malainkan kita berusaha bertahan dengan segala alasan positif untuk menaklukkan keadaan yang ada di depan mata.
Namun hal itu memang agak sulit diterima, mengingat sifat setiap manusia mempunyai insting mempertahankan diri yang dalam arti, bila ada jalanan yang kurang berkerikil insting tersebut selalu mengarahkan kita untuk cenderung memilihnya.
Walau sebenarnya, dengan menghindari masalah yang ada dan pernah muncul dihadapan mata tersebut bukan berarti melangkahi suatu masalah melainkan menunda satu masalah lagi dalam sejumlah masalah yang pernah ada.

Tanpa masalah manusia harus mati, maka jangan heran akan adanya Tuhan menghadirkan segunung masalah bagi setiap individu manusia. Masalah demi masalah itu mau tidak mau harus kita lewati dengan baik dan benar, bila tidak ia akan memunculkan masalah yang baru lagi dan itu persoalan waktu dan kesiapan keberanian kita.


Tentu tak jarang kita mendengar akan orang yang melontarkan bentuk penyesalannya akan kesalahan mengambil keputusan di waktu yang lampau, lalu persoalan tersebut muncul dikemudian hari dimana kita secara umur tidak mempunyai kesempatan lagi untuk menemepuh perjalanan yang mungkin menawarkan situasi dan kondisi yang lebih baik dari apa yang ada sekarang.

Maka kita terpaksa dengan sangat berat hati untuk merelakan kesempatan itu berlalu di depan mata sambil dalam hati yang meratap tanpa bisa dihentikan.

Rabu, 12 September 2012

GOTONG ROYONG


Latar Belakang
      Dewasa ini, kesadaran masyarakat untuk melakukan gotong royong sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dari keadaan lingkungan yang mulai tidak terjaga kebersihannya. Sedangkan kebersihan lingkungan hanya dapat diciptakan oleh masyarakat itu sendiri. Bantuan dana dalam jumlah besar serta program-program tidak dapat menghasilkan perubahan tanpa keikutsertaan masyarakat untuk menjaga lingkungan sekitar. Kebersihan lingkungan ini dapat dilakukan dengan berbagai macam, salah satunya adalah bergotong royong.
      Gotong royong adalah bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-sama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil. 1 Banyak manfaat yang dapat kita peroleh dengan melakukan gotong royong, antara lain dengan bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan tentu masyarakat akan terhindar dari berbagai macam penyakit, seperti wabah diare. Selain itu juga, gotong royong dapat menciptakan semangat kebersamaan, persatuan, dan kesatuan yang merupakan sikap dan karakter bangsa Indonesia. Suatu kegiatan tidak akan memperoleh hasil yang maksimal dan dapat dilakukan dalam waktu yang singkat bila dikerjakan secara individu. Oleh karena itu, gotong royong sangat diperlukan untuk memperoleh keduanya.
      Kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumahnya membuat lingkungannya terlihat begitu kumuh dan kotor. Situasi ini dapat kita temui di daerah yang dipadati oleh penduduk, yang memiliki jarak antara satu rumah ke rumah lainnya sangat dekat, serta hanya menyisakan sedikit lahan yang bisa dijadikan jalan untuk bisa dilewati oleh kendaraan beroda empat. Begitu juga daerah di RW 08, kelurahan Petojo Utara, terlihat begitu kumuh dan tidak terjaga kebersihannya. Padahal menurut Sadaton (1960: 43), syarat-syarat halaman rumah yang sehat apabila jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain tidak boleh terlalu dekat, rumah-rumah yang terletak di daerah yang rendah lebih baik memiliki langit-langit yang aga tinggi, dan tidak membiarkan sampah berserakan dihalaman.
      Selain lingkungan rumah yang tidak memenuhi persyaratan, MCK (Mandi Cuci Kakus) di daerah tersebut pun tidak terawat dan kotor. Masyarakat setempat tidak lagi memperhatikan kebersihan MCK yang sering mereka gunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti mandi, mencuci, dan buang air besar maupun kecil. Mereka “seenaknya” menggunakan sandal yang kotor ke dalam MCK, serta tidak adanya jadwal kebersihan untuk mengontrol kebersihan MCK tersebut. Kumuhnya lingkungan di RW 08 tersebut menyebabkan banyaknya balita yang menderita penyakit DBD (Demam Berdarah Dangue) dan diare.
      Melihat sudah tidak terjaganya lagi lingkungan di daerah RW 08 tersebut, maka disusun berbagai macam program yang diharapkan dapat menumbuhkan semangat kebersamaan untuk melakukan gotong royong. Melalui kegiatan gotong royong ini masyarakat akan melakukannya secara bersama-sama, sehingga diharapkan mempermudah pekerjaan masyarakat setempat untuk membersihkan lingkungan sekitar, menjaganya agar tetap bersih dan dapat mengurangi jumlah balita yang terkena penyakit DBD dan diare. Selain itu juga, masyarakat diharapkan bisa menyadari akan pentingnya kebersamaan dalam menjalankan suatu kegiatan sehingga dapat terjadinya perubahan perilaku, dari yang terbiasa melakukan secara individu, beralih melakukannya secara bersama-sama.

Rumusan Masalah
      Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka ada dua masalah pokok yang akan diteliti dalam penulisan ini, yaitu:
  1. Bagaimanakah perubahan perilaku masyarakat sebelum dan sesudah melakukan gotong royong?
  2. Apa sajakah kendala yang dihadapi oleh para petugas RW ketika berusaha menumbuhkan semangat bergotong royong masyarakat?
1.3 Tujuan Penelitian
      Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
  1. Untuk mengetahui perubahan perilaku masyarakat RW 08, Kelurahan Petojo Utara, Jakarta Pusat, sebelum dan sesudah melakukan gotong royong.
  2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi petugas RW 08 ketika berusaha menumbuhkan semangat bergotong royong masyarakat RW 08.
1.4 Manfaat Penelitian
1.      Untuk memberikan gambaran tentang perubahan perilaku yang dihasilkan melalui kegiatan gotong royong.
2.      Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kendala apa sajakah yang dihadapi para petugas RW 08 dalam usaha mereka untuk menumbuhkan semangat gotong royong masyarakat.

BAB II

2.1  Pengertian Gotong Royong
      Gotong royong memiliki pengertian bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-sama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil. Sikap gotong royong harus dimiliki oleh setiap elemem atau lapisan masyarakat di Indonesia, khususnya masyarakat RW 08, Kelurahan Potojo Utara, Jakarta Pusat. Hal ini disebabkan, segala sesuatu yang dikerjakan secara bersama-sama dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat selesai, dan pastinya pembangunan di daerah tersebut akan semakin lancar dan maju. Bukan itu saja, dengan menerapkan kebiasaan gotong royong, dapat membangun hubungan persaudaraan atau silaturahmi yang semakin erat.
      Sedangkan pekerjaan yang dilakukan secara individu, pekerjaan akan terasa lebih sulit dan membutukan waktu yang lama, serta memeperlambat pambangunan di daerah tersebut. Suatu pekerjaan yang dilakukan secara individu akan menimbulkan kesenjangan sosial diantara masyarakat di daerah tersebut.
      Menurut Susi (http://elcom.umy.ac.id), setiap individu yang melakukan suatu kegiatan secara bersama-sama memiliki alasan bahwa manusia membutuhkan sesamanya untuk mancapai kesejahteraan, baik jasmani maupun rohani, manusia sebagai makhluk yang berbudi luhur yang memiliki rasa saling mengasihi, dan tenggang rasa terhadap sesamanya, dasar keimanan kepada Tuhan yang Maha Esa yang mengharuskan setiap manusia untuk bekerja sama untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat, serta kesadaran bahwa suatu usaha yang dilakukan secara bersama-sama akan lebih terasa mudah, ringan, dan cepat selesai.
      Dalam gotong royong terdapat nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya, seperti yang di jelaskan oleh Susi (http://elcom.umy.ac.id), nilai-nilai norma yang terkandung  itu antara lain kebersamaan, saling membantu dan mengutamakan kepentingan umum, usaha pemenuhan kesejahteraan, dan usaha penyesuaian antara kepentingan pribadi dan umum.

2.2  Perubahan Sosial dan Kebudayaan
      Pada zaman dahulu, masyarakat Indonesia hampir tidak terlepas dari kegiatan bergotong royong, namun semakin berkembangnya zaman yang memaksa manusia untuk melakukan aktivitas diluar rumah, maka kegiatan bergotong royong sudah jarang dilakukan oleh sebagian masyarakat. Setiap masyarakat, disadari atau tidak disadari, akan mengalami perubahan. Soerjono (1982: 258) mengungkapkan perubahan-perubahan masyarakat ini dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, dan lain sebagainya.
      Para ahli telah mencoba untuk merumuskan prinsip-prinsp perubahan sosial, ada yang berpendapat bahwa perubahan itu terjadi dikarenakan unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti unsur-unsur kebudayaan. Ada pula yang berpendapat bahwa perubahan sosial itu bersifat periodik dan non periodik. Namun, Pitirim A. Sorokin (dalam Soerjono Soekanto, 1982: 263) meragukan kebenaran akan adanya lingkaran-lingkaran perubahan sosial tersebut. Akan tetapi, perubahan-perubahan itu akan tetap ada, dan lingkaran yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial itu harus tetap dipelajari agar dapat diperoleh suatu generalisasi.
      Kingsley Davis (dalam Soerjono Soekanto, 1982: 266) berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Namun, dalam kehidupan sehari-hari tidak mudah untuk menemukan perbedaan antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan, karena tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak ada kebudayaan yang tidak terjelma oleh masyarakat.
      Pada dewasa ini perubahan sosial dapat diketahui dengan ciri-ciri bahwa tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya, suatu perubahan pada suatu lembaga tertentu akan diikuti perubahan pada lembaga sosial lainnya, perubahan sosial yang terjadi dengan cepat akan menyebabkan disorganisasi yang bersifat sementara karena terdapat proses penyesuaian diri di dalamnya, yang dimana disorganisasi ini akan diikuti oleh reorganisasi yang memantapkan kaidah-kaidah dan nilai-nilai lain yang baru, serta perubahan-perubahan sosial tersebut tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spiritual saja. (Soerjono, 1982: 267-268)

      Perubahan-perubahan sosial akan bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Perubahan itu mungkin akan bergerak kepada sesuatu bentuk yang baru atau bergerak kearah suatu bentuk yang sudah ada pada masa lampau.

2.3  Gotong Royong Dalam Psikologi Sosial
      McDavid dan Harari (1968) (dalam Sarlito, 2002: 9) mendefinisikan psikologi sosial sebagai studi ilmiah tentang pengalaman dan perilaku individual dalam kaitan dengan individu lain, kelompok dan kebudayaan. McDavid dan Harari mencoba untuk memperhitungkan pengaruh masa lampau di dalam definisinya, karena mereka mencoba untuk mengaitkan antara pengalaman dan perilaku individu tersebut, yaitu individu lain, kelompok, dan kebudayaan.
      Dalam psikologi sosial, Myers (1996) (dalam Sarlito, 2002: 328) menjelaskan bahwa hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan dirinya sendiri disebut altruisme. Altruisme memiliki berbagi teori, namun teori yang mendekati alasan masyarakat melakukan gotong royong adalah teori empati dan teori norma sosial.
      Batson (1991,1995) mengatakan bahwa egoisme dan simpati berfungsi dalam perilaku tolong menolong. Bila egoisme dan simpati digabungkan, maka keduanya dapat menjadi empati, yaitu ikut merasakan penderitaan orang lain sebagai penderitaannya sendiri. Dalam teori ini Miller dan Eisenberg (1988) menitik beratkan pada usaha menolong ini terletak pada penderitaan orang lain, bukan pada penderitaannya sendiri, karena jika orang lain dapat terlepas dari penderitaannya, maka si penolong pun akan terbebas dari penderitaanya juga. (dalam Sarlito, 2002: 329-330)
      Menurut teori norma sosial, orang menolong karena diharuskan oleh norma-norma sosial. Ada tiga macam norma sosial yang biasa dijadikan pedoman, yaitu (a) norma timbal balik (reciprocity norm), kita membalas pertolongan dengan pertolongan, (b) norma tanggung jawab sosial (social responsibility norm), kita wajib menolong orang lain tanpa mengharapkan balasan apa pun di masa yang akan datang, dan (c) norma keseimbangan (harmonic norm), norma ini berlaku di dunia Timur. Teori ini menjelaskan bahwa seluruh alam semesta harus berada dalam keadaan yang seimbang, serasi, dan selaras. Manusia harus membantu untuk mempertahankan keseimbangan itu, antara lain dalam bentuk perilaku menolong. (Sarlito, 2002: 330-331)
 
2.4 Kesehatan masyarakat
      Kesehatan adalah harta yang tak ternilai harganya. Kesehatan pribadi dan kesehatan masyarakat saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini dikarenakan, semakin banyak orang yang memperhatikan kesehatan dirinya sendiri, maka makin baik kesehatan masyarakatnya. Begitu juga sebaliknya, semakin buruk kesehatan masyarakatnya, maka akan berpengaruh kepada kesehatan pribadi warga masyarakatnya.
      Menurut Indan (1994: 20), faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang itu antara lain penyebab penyakit, manusia sebagai tuan rumah, dan lingkungan hidup. Jelas sekali bahwa lingkungan hidup berperan penting dalam kesehatan. Lingkungan hidup itu sendiri diartikan sebagai segala sesuatu baik benda maupun keadaan yang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat (Indan, 1994: 22).
      Indan membagi lingkungan hidup ini ke dalam empat golongan, yaitu lingkungan biologi, fisik, ekonomi, dan mental sosial. Keempat golongan lingkungan ini saling mempengaruhi, yang dimana bila kemiskinan disertai dengan sifat-sifat anti sosial akan menyebabkan keruntuhan akhlak secara total
     
ANALISIS
            Gotong royong merupakan salah satu cara untuk merubah perilaku masyarakat. Dengan terbentuknya perubahan perilaku masyarakat, maka kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya akan terjaga dengan baik, khususnya bagi masyarakat dikawasan padat peduduk, yang identik dengan kekumuhan. Namun, usaha gotong royong ini bukanlah suatu yang mudah diterima kembali oleh masyarakat zaman sekarang yang mulai mementingkan kepentingan dirinya sendiri.
            Usaha untuk mengembalikan kembali semangat gotong royong ditengah-tengah masyarakat yang mulai memiliki aktivitas dan kesibukan yang berbeda bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Berbagai aspek harus diperhitungkan dengan jelas, seperti pemilihan waktu yang tepat untuk melakukan gotong royong, hal ini dikarenakan jam kerja setiap individu yang berbeda-beda.
            Begitu juga para petugas RW 08, Kelurahan Petojo Utara, berusaha keras untuk membangkitkan semangat gotong royong masyarakatnya. Oleh karena itu, mereka berusaha untuk menyusun berbagai macam program yang diharapkan melalui program-program ini dapat membangkitkan semangat gotong royong masyarakat untuk menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan tempat tinggal mereka. Program-program itu antara lain adalah:
1.      Program Penghijauan
      Program ini merupakan kegiatan menanam tanaman hias dan pohon di sekitar rumah untuk menambah asri lingkungan rumah. Kegiatan ini dimulai sejak tahun 2004. Atas semangat bersama untuk memberikan penghijauan di lingkungan RW 08, saat ini sudah ada satu warga yang berhasil membudidayakan tanaman anthurium dan adenium.
2.      Program Komposing
      Program ini merupakan kegiatan memilah sampah yang dimulai dari rumah tangga. Sampah organik ini dimanfaatkan untuk kompos dan sampah plastk di daur ulang. Saat ini kader posyandu sedang mengembangkan kompos “Takakura”, dan melalui program ini volume sampah telah berkurang 10-15%. Sampah yang didaur ulang oleh para kader posyandu tersebut telah mengikuti pameran di berbagai instansi pemerintah atau lembaga lainnya, serta pameran di Monas. Melaui program ini juga kader posyandu berhasil menyumbangkan dana untuk kas RW 08 sebesar Rp. 7.800.000,-.
3.      Program Kali Bersih
      Melalui program ini pengurus RW 08 mengajak masyarakat, khususnya bapak-bapak dan para pemuda, untuk membersihkan kali krukut. Program ini dilaksanakan tiga bulan sekali (dimulai sejak Mei 2004). Akan tetapi, program ini memiliki kendala, yaitu banyaknya lumput yang terdapat di dalam kali Krukut dan masih kurangnya  kesadaran masyarakat, sehingga hasil yang diperoleh melalui program ini tidak maksimal.

4.      Program Pengelolaan Air Bersih
      Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas kesehatan warga melalui pentingnya air minum yang bebas dari kuman dan wadah penyimpanan yang aman dari rekontaminasi.
Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan hingga saat ini adalah melakukan diskusi cara-cara pengelolaan air yang dilakukan secara rutin, 2 kali seminggu, yang dihadiri oleh setiap perwakilan warga sejak tahun 2006. Akan tetapi pada saat ini, kegiatan ini hanya dimonitoring oleh ibu-ibu PKK.
Program pengelolaan air bersih ini lebih dikenal dengan sebutan “air rahmat”, yang dimana melalui program ini juga mulai merubah perilaku masyarakat RW 08. Masyarakat sudah mulai mengerti untuk menggunakan air bersih untuk kegiatan sehari-hari, terutama untuk kebutuhan memasak dan air minum. Selain itu juga, jumlah penduduk yang terjangkit penyakit DBD dan diare sudah  mulai berkurang. Pada tahun 2007, jumlah penduduk yang terjangkit penyakit DBD sekitar 9 orang dan yang terjangkit wabah diare sekitar 2 orang. Akan tetapi perubahan drastis terjadi pada tahun 2008, tidak ada satu penduduk pun yang terjangkit penyakit-penyakit tersebut. Ini merupakan hasil dari perubahan perilaku masyarakat yang patut dibanggakan. Perubahan perilaku ini tidak akan terjadi tanpa ada kerjasama antara pengurus RW 08 dan masyarakat sekitar.
Program-program diatas bertujuan untuk dapat merubah perilaku masyarakat sekitar agar memiliki kesadaran diri untuk melakukan gotong royong dari hal-hal kecil hingga hal-hal yang sulit untuk dikerjakan. Melalui program ini, sudah dapat terlihat dengan jelas bahwa masyarakat di RW 08 sudah mulai menunjukkan perubahan perilaku. Hal ini dapat dilihat sebagian besar program-program yang telah direncanakan sudah berjalan dengan lancar atas kerjasama antara pengurus RW, ibu-ibu PKK, pengurus posyandu, dan masyarakat sekitar.
Untuk mengetahui respon dari masyarakat tentang perubahan perilaku setelah terjadinya kegiatan gotong royong pada masyarakat di RW 08, Kelurahan Petojo Utara, maka dilakukan suatu penelitian. Dari hasil penelitian tersebut, diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 1
Masyarakat RW 08 sudah menerapkan kebiasan gotong royong
No
Jawaban responden
Frekuensi
Presentase (%)
keterangan
1
Iya
40
80%

2
Tidak
10
20%


Dari hasil kuesioner pada table 1, dapat diketahui jumlah masyarakat yang sudah melakukan kebiasaan gotong royong sebanyak 80 orang dengan presentase sebanyak 80%. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk melakukan gotong royong sudah tinggi. Kesadaran masyarakat yang tinggi ini telah berhasil menciptakan suatu perubahan perilaku yang berdampak positif kepada kebersihan dan kesehatan lingkungan. Perubahan perilaku ini dapat dilihat dari perbandingan hasil kuesioner di bawah ini;
Tabel 2
Sebelum gotong royong
No
Keadaan lingkungan
Jawaban Responden
Iya
Tidak
Frekuensi
Presentase
Frekuensi
Presentase
1
Perencanaan program
-
-
50
100%
2
Kebersihan
13
2,6%
37
7,4%
3
Kesehatan
15
30%
35
70%
4
Penularan penyakit
38
7,6%
12
2,4%

Pada tabel diatas dapat terlihat dengan jelas bahwa sebelum tahun 2004 program-program, yang telah terlebih dahulu disebutkan diatas, belumlah tersusun sehingga mengakibatkan masyarakat tidak memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungannya. Hanya sebagian kecil masyarakat yang menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan, dan ini kurang didukung oleh masyarakat lainnya, Kurangnya kesadaran masyarakat ini mengakibatkan banyaknya jumlah masyarakat yang terserang panyakit, seperti DBD dan diare.
Melihat begitu kurangnya kesadaran masyarakat, maka pada tahun 2004 hingga pada saat ini, para pegurus RW 08 menyusun berbagai program untuk menjaga kebersihan serta kesehatan lingkungan. Setelah program-program itu terlaksana, maka terlihat dengan jelas perubahan peilaku masyarakat, yang berdampak positif terhadap lingkungan. Perubahan ini dapat terlihat pada tabel dibawah ini;

Tabel 3
Sesudah gotong royong
No
Keadaan lingkungan
Jawaban Responden
Iya
Tidak
Frekuensi
Presentase
Frekuensi
Presentase
1
Perencanaan program
50
100%
-
-
2
Kebersihan
45
90%
5
10%
3
Kesehatan
48
9,6%
2
4%
4
Penularan penyakit
49
9,8%
1
2%

Pada tabel diatas terlihat dengan jelas perubahan yang drastis, bila kita bandingkan dengan keadaan lingkungan pada sebelum tahun 2004. Program-program sudah mulai terlaksana secara rutin, sehingga kebersihan dan kesehatan lingkungan pun terpantau dengan baik. Perubahan perilaku masyarakat terhadap lingkungan ini pun menyebabkan jumlah masyarakat yang terserang penyakit, seperti DBD dan diare, berkurang jauh.
Melihat sudah tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk bergotong royong menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan, maka dapat dikatakan bahwa tujuan awal para pengurus RW 08 menyusun program-program diatas telah berjalan lancar. Namun, keberhasilan ini bukanlah sesuatu yang mudah  untuk diraih. Para pengurus RW harus bersabar dan penuh kegigihan ketika harus menghadapi warga yang tidak ingin melakukan kegiatan gotong royong.
Pengurus RW 08 membutuhkan waktu yang lama untuk menerapkan kebiasaan bergotong royong ini kepada warganya. Tidak sedikit warga yang menolak program-program tersebut. Mereka berpendapat bahwa lingkungan mereka bisa bersih tanpa harus diadakan kegiatan secara bergotong royong. Mungkin mereka bisa membersihkan lingkungan rumah mereka, akan tetapi hasilnya tidaklah akan maksimal. Hal ini dikarenakan, mereka hanya memperhatikan, merawat dan menjaga kebersihan lingkungan rumah mereka, tetapi tidak pada lingkungan diluar batas rumah mereka sendiri.
Sosialisasi ini pula mengalami kendala yang datang dari faktor internal, yaitu kurangnya pengurus RW 08 serta kurangnya dana untuk melaksanakan program-program ini. Berbagai macam cara telah dilakukan untuk terlaksananya kegiatan gotong royong ini, mulai dari mengeluarkan dana pribadi setiap pengurus RW sampai pada mencari sponsor. Semua usaha ini dilakukan agar terlaksanya program-program yang telah terencana tersebut, dan agar terciptanya perubahan perilaku masyarakat RW 08.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kehidupan bermasyarakat tidaklah dapat terlepas dari kegiatan bergotong royong. Namun pada zaman sekarang banyak yang telah mengesampingkan manfaat yang dapat diambil dalam pelaksanan gotong royong.
Kesadaran masyarakat untuk melakukan gotong royong harus terus ditingkatkan, karena bila kesadaran masyarakat untuk melakukan gotong royong, maka akan terjadinya perubahan perilaku di dalam masyarakat tersebut. Perubahan ini dapat terlihat dari kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan serta kesehatan lingkungan secara bersama-sama.
Lingkungan yang bersih dan sehat akan menghasilkan dampak positif bagi kelangsungan hidup masyarakat RW 08, yaitu berkurangnya jumlah masyarakat yang terjangkit penyakit, seperti DBD dan diare.
Masyarakat mulai bergotong royong melaksanakan program-program yang telah tersusun secara rutin. Warga RW 08 tidak lagi merasa jijik ketika mereka harus membersihkan kali krukut, tidak lagi harus menunggu lingkungan terlihat gersang, tidak lagi risih ketika harus memilah sampah untuk diduar ulang, dan sebagainya. Mereka akan langsung “bergerak” untuk membersihkan lingkungan dan menjaga kesehatannya, ketika mereka merasa tidak nyaman dengan lingkunganya. Melalui program-program yang telah disusun, masyarakat merasa terbantu ketika mereka ingin membersihkan lingkungan mereka.
Menumbuhkan semangat gotong royong dalam diri setiap masyarakat di RW 08 bukan lah sesuatu yang mudah dan dapat dilaksanakan dalam waktu yang singkat. Para pengurus RW 08 membutuhkan waktu selama bertahun-tahun untuk mensosialisasikan program-program mereka kepada masyarakat sekitar. Para pengurus RW juga tidaklah jarang harus beradu argumentasi dengan masyarakat yang menolak untuk melaksanakan program-program tersebut. Selain itu juga, keterbatasan tenaga yang dimiliki para pengurus RW serta keterbatasan dana juga menghambat terlaksananya program-program tersebut yang bertujuan untuk menumbuhkan semangat kebersamaan masyarakat untuk melakukan gotong royong.
5.2 Saran
Para pengurus RW hendaknya terus memantau keberlangsungan program-program yang telah disusun. Mereka tidak boleh merasa bangga, ketika program pertama telah berjalan lancar. Akan tetapi, mereka harus terus memperbaiki kekurangan-kekurangan dan kendala-kendala yang mereka hadapi ketika program tersebut berhasil dilaksanakan.
Masyarakat juga janganlah bergantung pada program-program saja ketika mereka hendak membersihkan lingkungan mereka. Akan tetapi, masyarakat jugaharus terus menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan setiap hari diluar program.
Pemerintah juga harus mendukung usaha-usaha yang telah dilakukan masyarakatnya untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Pemerintah harus terus menegaskan peraturan-peraturan yang telah dibuat, jangan menjadikan peraturan-peraturan tersebut hanya sebatas diatas kertas.

DAFTAR PUSTAKA
Entjang, Indan. (1994). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Bandung.
Hasri, Muhammad. 2009. Implementasi Perilaku Gotong Royong dalam Kehidupan Masyarakat Perkotaan Bulukumba.http://hasrilpmp.wordpress.com/2009/01/27/implementasi-perilaku-gotong-royong-dalam-kehidupan-masyarakat-perkotaan-bulukumba/. [18 Mei 2010]


Sarwono, Sarlito Wirawan. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.
Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Soerjohardjo, Sadatoen. 1960. Ilmu Kesehatan. Jakarta: Prapanca.



DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama                                       : Rachmawati Agus Marsanti
NIM                               : 0621150009
Penghargaan                  : Juara 3 Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa                                                UKI 2009