Translate

Sabtu, 09 Maret 2013

Bentrokan TNI Versus Polisi di OKU, Nilai Plus Bagi Demonstran.


Bentrokan TNI Versus Polisi di OKU, Nilai Plus Bagi Demonstran.
 
Oleh : Andi lala S.H.

Pengantar
Dua instansi yang bertugas menjaga keamanan negara yaitu Polri (ancaman dalam negeri) dan TNI (ancaman dari Luar negeri). Dua instansi ini terlibat benturan yang berakhir dengan pembakaran kantor Mapolres Ogan Komering Ulu (OKU), sumatera selatan. Kejadian ini sangat disesalkan berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat secara umum. Mengingat tugas mereka sebagai pejabat yang diberi wewenang untuk menjaga keamanan dan kedamaian ditengah masyarakat dari berbagai ancaman baik dari luar maupun dari dalam negeri sendiri. Persoalan ini yang semestinya tidak terjadi namun tanpa di duga setelah adanya pemisahan antara tugas kepolisian dengan tentara beberapa kejadian sebelumnya pun telah menunjukkan adanya ketidak akuran antara dua instansi keamanan negara tersebut. Dua instansi ini yang seharusnya terjalin kerjasama yang baik dalam rangka saling mendukung tugas mereka dalam memjaga keamanan.

Bila sebelum adanya kejadian-kejadian bentrokan antara dua instansi yang menjaga keaman negara ini, tak jarang masyarakat secara umum memandang sinis terhadap bentuk-bentuk protes kelompok masyarakat maupun mahasiswa yang mengatasnamakan lembaga organisasi yang dibentuk di kalangan masyarakat maupun mahasiswa. Benturan yang terjadi memakan korban sebanyak 5 orang dalam kejadian pembakaran kantor mapolres OKU menunjukkan bahwa bukan saja mahasiswa atau masyarakat tertentu yang bisa bertindak anarkis dalam aksi protesnya yang disebabkan oleh rasa ketidak adilan dalam penegakan hukum yang adil. Kejadian sekelompok tentara yang membakar kantor polisi Mapolres OKU juga demikian. Sebagaimana yang diberitakan oleh media On-line Kompas.com pada tanggal 7 maret 2013. Dengan judul berita “Prajurit TNI OKU Kecewa Soal Penegakan Hukum” dengan isi berita yang di kutif dari artikel berita tersebut sebagai berikut:

Jakarta, Kompas.com-Kodam Sriwijaya tengah menginvestigasi secara internal siapa provokatorpenyerbuan Mapolres Ogan Kemering Ulu. Ditengarai, kekecewaan prajurit Yon Armed 15 terkait kasus penembakan temannya oleh anttota Polri pada 27 Januari 2013 lalu yang tidak jelas titik terang penangan hukumnya memicu insiden itu.

Hal ini disampaikan oleh pangdam sriwijaya mayjen tni nugroho widyotomo, saat dihubungi, kamis (7/3/2013).
Pada 27 Januari, seorang anggota Yon Armed 15 melintas di depan pos polisi. Ia pulang dari pesta pernikahan temannya pada pukul 01.30 wib. Prajurit itu berteriak “polisi gilo” (Polisi Gila) kepada anggota Polri yang sedang berjaga.

Polisi langsung tembak dan menewaskan prajurit itu, cerita nugroho.
Pada kamis (7/3/2013) pagi seharusnya diisi dengan olahraga. Beberapa prajurit menghadap komandan batalyon armed 15/76 meminta izin untuk menyampaikan aspirasi damai. Mereka ingin bertemu kapolres ogan komering ulu untuk menanyakan sampai dimana proses hukum kasus penembakan temannya.

Proses itu sudah diambil alih polda sumatera selatan dan belum ada titik terangnya. Namun, mereka kecewa karena kapolres belum datang. Padahal, rencana kedatangan para prajurit itu sudah dimapaikan sebelumnya.
Kekecewaan itu ditambah dengan keatangan anggota POM TNI AD yang menghalangi niat aspirasi damai. Kekecewaan itu dilampiaskand engan membakar dan melempar.
Anggota kecewa, kenapa Kapolres tidak ada, kata Nugroho.

Tumpukan ketidak percayaan pada proses penegakan hukum akhirnya pecah dalam bentuk aksi.
Saat ini nugroho menyatakan, kodam sriwijaya tengah melakukan investigasi untuk menemukan provokatro penyerbuan tersebut. Pimpinan kodam dan polda juga tengah mengupayakan langkah-langkah agar insiden tidak meluas.

Demonstran Sipil.
Dalam berita yang disebarkan melalui media elektronik ini selayaknya membuka mata para masyarakat yang selama ini memandang remeh para pengunjuk rasa yang sering dikabarkan bentrok, oleh media-media baik cetak maupun elektronik. Dari berita tersebut di atas yang mana asal mulanya juga dari niatan untuk menyampaikan aspirasi, layaknya para kelompok masyarakat yang tergabung dalam oraganisasi maupun organisasi mahasiswa yang juga sering berakhir dengan bentrokan.

Hampir setiap hari bentuk aksi penyampaian aspirasi, baik dari golongan mahasiswa maupun lembaga-lembaga masyarakat terjadi disekitaran Jakarta. Namun dapat kita hitung kejadian bentrokan fisik yang merusak atau memakan korban dari akhir aksi-aksi penyampaian aspirasi dari kelompok sipil tersebut. Dari berbagai aksi-aksi penyampaian aspirasi yang terjadi maupun yang diberitakan oleh media, memang sangat minim sekali aksi penyampaian apirasi tersebut dari kelompok tentara ataupun polisi, karena memang tugas mereka adalah mengawal masyarakat untuk mengantisipasi kejadian-kejadian yang mengganggu keamana atau ketertiban umum. Namun hari ini kita saksikan betapa pentingnya rasa keadilan bagi setiap orang, sehingga tentara dan polisi yang mempunyai tugas yang mirip dalam amanat undang-undang yang mengatur mereka dapat berbenturan (memakan korban dan merusak fasilitas negara) akibat kekecewaan pada proses penegakan hukum. Kita akui bahwa hanya polisi dan tentara yang mendapatkan jaminan hukum untuk dapat menggunakan senjata api, namun tak jarang pula amanat senjata api yang dilegalkan secara hukum untuk digunakan sebagaimana mestinya itu disalah gunakan oleh pejabat yang berwenang. Secara singkatnya, penyampaian aspirasi oleh aparat keamanan jarang terjadi, namun sekali terjadi hal itu tidak tanggung-tanggung alias bisa langsung memakan korban beberapa orang, atau merusak pasilitas negara yang mana hal itu sulit untuk dilakukan oleh para demonstan dari masyarakat maupun mahasiswa.

Kejadian ini, semestinya mampu menyadarkan setiap instansi maupun setiap warga Negara, bahwa sangat perlu memahami produk-produk hukum yang berlaku yang mana undang-undang tersebut berkembang dan mengalami beberapa perubahan-perubahan yang disebabkan perkembangan sosial ditengah masyarakat itu sendiri. Sehingga masyarakat dapat memahami alasan-alasan setiap aksi penyamapaian aspirasi oleh mahasiswa maupun lembaga masyarakat tertentu, sampai dimana tingkat esensi keadilan yang di teriakkan serta sampai dimana pula esensi keadilan itu dilanggar dalam praktek yang dijalankan oleh instansi pemerintah kita.

Demonstran Mahasiswa (HMI)
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang belakangan ini banyak menyerukan aspirasi-aspirasinya terhadap instansi-instansi tertentu disekitarnya, tak jarang pula hal ini HMI menjadi benalu di mata masyarakat Indonesia. Bahkan beberapa instansi tertentu menolak kehadiran HMI untuk datang atau bergabung dengannya yang mana dasar penolakan tersebut berangkat dari berita-berita yang mengabarkan demonstran dari HMI sering membuat kisruh, anarkisme, prontal, merugikan negara, dan sebagainnya. Selain lembaga atau organisasi tertentu yang bersifat semi militer yang memberikan doktrin pada anggotanya agar anti terhadap golongan mahasiswa atau lembaga masyarakat yang suka “Demo”, diantaranya terdapat beberapa kampus-kampus perguruan tinggi yang menolak atau memecat mahasiswanya yang diketahui bergabung dengan organisasi yang tercitrakan buruk di mata masyarakat ini. setelah beberapa kejadian aksi-aksi oleh instansi militer yang justru lebih parah dalam hal mengancam keamanan bagi masyarakat, semoga mampu membuat pencerahan bagi masyarakat tersebut dalam memandang setiap aksi-aksi penyampaian aspirasi oleh mahasiswa ataupun lembaga masyarakat sendiri. Sehingga satu sama lain, diantara warga negara ini dapat saling membantu atau tolong-menolong dalam hal memperingatkan, menjalankan dan mempraktekkan kebaikan dan keadilan yang sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku serta menjauhkan diri dari praktek-praktek saling menyokong untuk suatu perbuatan yang dapat merugikan secara umumnya.

Khususnya Mahasiswa yang lebih sering mendapatkan kecaman dari berbagai pihak akibat dari aksi-aksi mereka yang terkadang bentrok dorong-dorongan dengan oknum penjaga keamanan atau sebatas merusak pagar suatu gedung isntansi yang terkait, telah terbukti bahwa hal itu masih dalam batasan kewajaran yang mana usaha-usaha tersebut lebih banyak dilakukan dengan tanpa pamri bersifat membela kepada kaum yang lemah namun tertindas karena ketidak berdayaannya melakukan perlawan terhadap suatu kezaliman atau ketidak adilan dari instansi-instansi tertentu. Seharusnya pula mendapatkan suatu apresiasi dari kalangan masyarakat luas maupun pemerintah atau bahkan tidak menutup kemungkinan dari pihak-pihak tertentu dapat membantu mahasiswa tersebut untuk meringankan beban-beban ongkos kuliahnya yang telah menyisihkan tenaga serta pikirannya untuk kemakmuran bersama rakyat Indonesia.

Organisasi HMI yang berdiri sejak tahun 1947 Masehi atau bertepatan dengan 14 Rabiul Awal 1366 Hijria ini, telah melakukan ratusan bahkan ribuan kali turun kejalan atau melakukan aksi-aksi penyampaian aspirasi dari hasi kajian dan pembelajaran yang didapatkan oleh para anggotanya dari kampus perguruan tinggi. Tidak pernah memakan korban meninggal pihak penjaga keamanan seperti polisi ataupun tentara, justru sebaliknya tidak sedikit pula anggota dari mereka yang meninggal ataupun terluka akibat pembubaran paksa yang dilakukan oleh para pejabat yang katanya bertugas menjaga keamanan dan ketertiban serta tidak ada gedung yang dibakar oleh para mahasiswa dari organisasi eksternal kampus bernama HMI.

Organisasi HMI yang telah banyak mencetak kader-kadernya yang bergerak dibidang intelektual, politisi, dan juga pragtisi, pasca melewati beberapa jenjang perkaderan maupun struktural di internal oganisasinya yang juga sekarang mengabdikan diri untuk bangsa dan negara Indonesia. Saat ini pula tidak sedikit yang mengecamnya dalam kasus-kasus tingkat nasional (Korupsi Hambalang ditetapkannya Anas urbaningrum, mantan ketua umum PB HMI dan mantan Ketua Umum partai demokrat) yang sekarang sedang menjadi objek pemberitaan setiap media baik cetak maupun elektronik tidak sedikit media yang berusaha menyudutkan HMI sebagai organisasi yang mengajarkan etika perpolitikan yang tidak terpuji dalam pemberitaannya, kira-kira tak kurang mempengaruhi paradigma berfikirnya masyarakat untuk menolak kehadiran para anggota HMI di lingkungannya. Sebagaimana yang berkembang dalam berita-berita terkait itu, secara historisnya sosok yang besengketa seputar kekuasaan berasal dari HMI dan Militer. Dalam hal ini, paradigama yang sudah lama terbangun di masyarakat bahwa hasil produk dari HMI bukan ini yang pertamakalinya mengalami kasus-kasus besar, sehingga sangat mungkin menambah keyakinan di tengah masyarakat untuk berpendapat bahwa golongan dari militer-lah yang lebih baik serta lebih unggul untuk menjadi sosok memimpin negara ini.

Kesimpulan
Kurangnya pengetahuan serta pemahaman masyarakat terhadap aturan-aturan hukum yang berlaku di negara pada umumnya dan bagi individu masyarakat itu sendiri khususnya, menjadi tempat berlindung bagi para okum pelaku ketidak adilan di negeri ini. sehingga penduduk Indonesia yang masyoritas islam belum mampu mejalankan anjuran yang termakhtub dalam kitab sucinya “tolong-menolong lah kamu dalam hal berbuat kebaikan dan jangan lah tolong-menolong dalam hal keburukan”.

Mental masyarakat yang masih dipengaruhi sifat-sifat feodal, dimana keteraturan dan ketertiban itu baru bisa dipraktekkan bila di bawah tekanan kekerasan yang mengancamnya. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa fakta kejadian diantaranya, banyaknya antrian orang-orang yang berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk menjadi pejabat seperti Polisi dan Tentara yang merupakan pilihan terhebat dari berbagai pilihan status sosial lainnya. Beberapa bukti pemilu-pemilu yang digelar yang mampu memenangkan kandidat dari latarbelakang militer, selain itu catatan history sosok Presiden Indonesia yang lebih lama di tangan orang yang sebelumnya berasal dari militer seperti Jend. Soeharto selama 32 tahun dan SBY selama 2 periode sebagaimana telah diatur dalam perubahan UUD sampai sekarang ini dan menetapkan batas maksimalnya. Adapun bila presiden itu berasal dari latarbelakang sipil hanya bersifat sementara yang dimulai dari Ir. Soekarno yaitu berkuasa sementara negara dalam kondisi yang di rongrong oleh belanda dan jepang, Prof. Habibie kurang lebihi 1 tahun, gusdur selama 2 tahun dan mega wati untuk menghabiskan sisa masa periode 5 tahun dari terpilihnya Presiden Gusdur.

Tentu saja secara logika kesamaan hak dan kewajiban-kewajibannya antara sipil dengan militer tersebut dalam masa kepemimpinannya mengalami problem yang sama-sama dianggap belum mampu membawa pada masyarakat yang adil dan makmur sesuai keinginan ideologi pancasila, namun indikasi ketidak adilan itu perebutan kekuasaan di tingkat nasional lebih banyak dimenangkan oleh sosok dari militer dengan kebanggaan masyarakat bahwa mereka menguasa senjata untuk berperang melawan musuh. Namun bila musuh tidak datang dari luar, atau musuh dari luar itu tidak bisa ditangkal dengan kekuatan persenjataan perang, uji coba kemampuan itu bukan tidak mungkin dilakukan terhadap masyarakat itu sendiri. Maka seharusnya pula, masyarakat tidak harus mengeluh bila ada tindakan-tindakan represip dari oknum-oknum militer, karena memang mereka belum mampu merubah paradigama berfikirnya untuk lepas dari faham-faham feodal.

PENGENTASAN TINDAK PIDANA


PENGENTASAN TINDAK PIDANA

Bersama Kapolres Jakarta Selatan

Latarbelakang Masalah

Pada dasarnya tidak ada maling yang mau mengaku sebagai maling.Inilah kendala yang terus dihadapi oleh para penyidik dalam kasus-kasus pidana. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini telah mengantarkan perkembangan yang pesat pula bagi modus operandi yang dipraktekkan oleh para penjahat. Tak ayal lagi, ilmu tentang penyidikan dalam kasus-kasus pidana dituntut untuk mampu mengimbangi modus-modus yang dipraktekkan oleh para penjahat itu. Sejatinya manusia mempunyai insting untuk mempertahankan dirinya agar tidak terjerembab dalam masalah yang menyulitkan baginya. Peperangan strategi antara penjahat dan penegak hukum dan keadilan akan terus berlangsung hingga manusia semua sirna di muka bumi. Barang kali hal inilah yang dimaksud oleh para pemikir bidang hukum yang mengatakan bahwa bukan karena ketidak mampuan pemikir hukum dalam menciptakan metode penegakkan keadilan, namun hal itu merupakan problema yang harus dipecahkan oleh para penegak hukum di zamannya masing-masing.

Kepolisian dan Kejaksaan merupakan sebagian kecil dari instansi yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia untuk menangani persoalan penegakan hukum dan keadilan, mengingat persoalan hukum, keadilan mempunyai efek bagi terciptanya keamanan dan ketertiban ditengah masyarakat. Namun demikian, rasa aman bagi masyarakat tidak sepenuhnya dapat dijaminkan melalui penegakan keadilan dibidang hukum, melainkan rasa aman bagi masyarakat tersebut meliputi berbagai aspek terkait dengan kelansungan kehidupan. Sehingga diharapkan dengan adanya kepolisian dan kejaksaan yang telah dibentuk oleh pemerintah Indonesia, dapat membantu dalam mengentaskan berbagai persoalan di sektor-sektor lainnya.

Dalam proses penyelidikan dan penyidikan setiap kasus-kasus tindak pidana dapat menemukan berbagai peristiwa sosial yang dihadapi di tengah masyarakat. Ketika proses penyidikan menjawab pertanyaan; bilamanakah peristiwa itu dilakukan?, semestinya dapat memberikan gambaran yang jelas tentang agenda-agenda apa saja yang perlu di prioritaskan bagi semua instansi pemerintahan dalam rangka kerjasama pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Presiden yang diatur oleh Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.

Pada faktanya, untuk kejahatan pidana khusus korupsi, jumlah kasus meningkat dari perbandingan tahun 2011 dengan tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kerjasama antara instansi pemerintah dalam mewujudkan situasi ditengah masyarakat yang merasakan kenyamana, keamanan dari berbagai faktor terkait dengan kelangsungan kehidupannya. Sehingga bisa kita saksikan di beberapa instansi penegak hukum seperti kepolisian, KPK dan bahkan kejaksaan mengalami kewalahan dalam menangani berbagai kasus tindak pidana. Tingginya tingkat prilaku tindak pidana di tengah masyarakat serta beberapa diantara kasus-kasus tindak pidana itu telah di eksekusi oleh pengadilan dan ditetapkan hukumannya, menyebabkan tempat penampungan narapidana atau tempat tawanan pemerintah mengalami overload atau tidak mampu menampung tambahan tahanan lagi.

Kepolisian dan fungsi penyelidik serta penyidikan

Di negara Indonesia, telah dibentuk Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan tufoksinya melalui Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian untuk memelihara keamanan dalam Negeri dengan fungsi memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan pada masyarakat. Disebutkan dalam pasal 1 angka 8-13 UU No. 2/2002, polisi juga berfungsi sebagai penyelidik dan penyidik. Penyelidik yang dimaksud adalah guna menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana untuk menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan sebagaimana menurut undang-undang. Sedang penyidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan mengumpulkan bukti, dengan bukti tersebut dapat membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Dimana tugas-tugas tersebut dijalankan oleh personil-personil kepolisian dan Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang oleh Undang-Undang. Dalam instansi kepolisian hal ini dijalankan oleh personil kepolisian dimana ia ditempatkan menurut UU No. 13/1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok kepolisian negara republik Indonesia pasal 11 angka 1.

Penyelidikan

Penyelidikan dimulai, ketika adanya informasi atau pengetahuan tentang unsur suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana untuk selanjutnya sampai ada keyakinan oleh penyelidik bahwa peristiwa tersebut akan mampu memenuhi syarat-syarat untuk dilakukan penyidikan tingkat lanjut yang sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku, demi terjaganya rasa keamanan dan ketertiban dalam masyarakat yang mana rasa keamanan dan ketertiban masyarakat tersebut di sesuaikan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Dari sana, maka muncul pertanyaan tentang apakah dapat dilakukan penyelidikan untuk suatu peristiwa yang belum ada aturan Undang-undang yang mengatur hal tersebut ? secara umum tentu boleh-boleh saja bagi siapapun untuk melakukan penyelidikan terhadap setiap peristiwa dan mengembangkan penyelidikan itu, sebagai upaya mengantisipasi kedepan agar perihal yang dapat meresahkan masyarakat dapat diatasi namun belum tentu hasil tersebut dapat diteruskan pada tingkat penyidikan bila tidak atau belum memenuhi ketentuan peraturan perundangan yang berlaku yang mengatur tentang penyidikan.

Penyidikan.

Penyidikan berasal dari kata dasar “sidik” yang berarti membuat terang. Dalam istilah “sidik jari” yang berarti “bekas”, sehingga dapat kita simpulkan bahwa penyidikan adalah membuat terang bekas-bekas atau metode yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana. Menyidik berarti mencari bekas-bekas kejahatan lalu dikumpulkan sehingga suatu peristiwa tindak pidana tersebut menjadi terang atau dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti; apakah yang terjadi?, dimanakah peristiwa itu terjadi?, bilamanakah peristiwa itu terjadi?, dengan apakah peristiwa itu dilakukan? Bagaimanakah peristiwa itu dilakukan?, mengapa peristiwa itu dilakukan?, dan siapakah yang melakukan peristiwa tersebut?. Dari tujuh pertanyaan yang harus dijawab atau dibuat terang oleh si penyidik tersebut sekurang-kurangnya separuh dari pertanyaan itu dapat dijawab atau dibuat terang dalam proses penyidikan.

Dalam penyidikan, selain dapat membuat terang suatu peristiwa tersebut juga perundang-undangan kita menentukan aturan akan adanya dua alat bukti yang dimiliki dalam hasil penyidikan tersebut untuk selanjutnya dengan dua alat bukti tersebut telah mampu ditemukan dan ditetapkan tersangka dalam peristiwa tindak pidana. Setelah penetapan tersangka dalam suatu peristiwa tindak pidana yang mana bukti-bukti serta keterangan yang membuat terang tersebut diserahkan kepada kejaksaan untuk dikaji ulang, bila kajian ulang dilakukan ditingkat kejaksaan dianggap telah cukup memenuhisyarat untuk diproses lebih lanjut, selanjutnya kejaksaan menetapkan berbagai hal yang terkait persoalan tersebut untuk diajukan kedepan pengadilan yang dipimpin oleh hakim disuatu sidang pengadilan yang telah ditentukan.Dalam proses sidang di pengadilan, yang mana dua alat bukti serta keterangan-keterangan hasil penyidikan di kemukakan untuk di cocokkan dengan keterangan langsung tersangka yang telah ditetapkan tersebut di depan sidang pengadilan.

Oleh karena masih memungkinkan bagi tersangka untuk mengelak dari tuduhan hasil penyelidikan dan penyidikan tersebut di depan sidang pengadilan, maka dalam proses penyidikan sangat penting ketelitian dan ketajaman analisisnya yang di sesuaikan atau dirujukkan pada alat bukti yang dimiliki. Untuk itulah kriminalistik atau ilmu penyidikan sangat diperlukan yang mana kriminalistik atau ilmu penyidikan mengajarkan tentang cara peristiwa pidana itu dilakukan dan cara bagaimana para penjahatnya dapat ditangkap.

Ilmu penyidikan pula mengajarkan kita tentang perlunya mengumpulkan data-data dari berbagai peristiwa atau kejadian yang telah terjadi sebelumnya, sebagai rujukan untuk membantu mengetahui modus operandi yang pernah dilakukan oleh para pelaku tindak pidana termasuk juga cara-cara, kebiasaan-kebiasaan dan motip-motifnya. Adapun data-data berbagai peristiwa yang telah di sidik tersebut tidak hanya berguna bagi kepolian atau penyidik tindak pidana saja, melainkan juga dapat bermanfaat bagi pemerintah negara indonesia dalam rangka menetapkan prioritas agenda-agenda kerja yang membantu masyarakat agar menghindari prilaku tindak pidana yang telah diatur oleh undang-undang.

Kesimpulan

Dalam pengentasan prilaku tindak pidana bukan saja oleh instansi kepolisian dan Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan oleh undang-undang, melainkan dalam upaya menekan tingkat prilaku tindak pidana ini lebih efektiv dengan adanya kerjasama yang baik secara sistematis antara seluruh instansi pemerintahan yang bertugas memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia sebagaimana hal itu tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Beberapa kasus-kasus pidana yang telah diputuskan melalui pengadilan seharusnya telah mampu membuat pemerintah untuk membantu tugas-tugas instansi penegak keadilan dibidang tindak pidana korupsi dalam menekan turunnya jumlah kasus-kasus yang terjadi kedepannya.

Daftar Pustaka

Soesilo, R., “Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminal”, Politeia bogor, PT. Karya Nusantara, Bandung, 1980.
Undang-undang Dasar Negara Indonesia
Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian
Undang-undang Nomor 13 tahun 1961 tentang ketentuan-ketentuan pokok kepolisian negara republik indonesia.