Inilah Kisah masa lalu Bunda Putri,. silahkan Baca agar kita tak sembarangan menuduh atau menghujat.
Tahun
2003 awal, selepas tamat SMU memang ada keinginan ku untuk melanjutkan
pendidikan kejenjang Perguruan Tinggi (PT). Sedikit niatan melanjutkan
pendidikan itu menginspirasi ku untuk mendatangi Ibu kota Negara Indonesia, yaitu
Jakarta. Kehadiran ku di Jakarta memang tidak disambut dengan ramah maklum,
mungkin Kota Jakarta memang sudah banyak menampung orang-orang seperti ku yang
datang dari kampung dengan modal yang ala-kadarnya.
Jujur
ku akui bahwa modal kehadiran ku di Jakarta hanya disertai dengan seberkas
lembaran kertas yang menyatakan bahwa aku telah lulus dari jenjang pendidikan
Sekolah Menengah Umum (SMU). Ribuan bahkan mungkin ada jutaan orang yang
memiliki modal sama seperti ku di Jakarta. Andai aku putuskan untuk mencari
pekerjaan di kantor-kantor pemerintah maupun swasta saat itu, maka secara
otomatis aku harus berkompetisi dengan banyak orang yang telah menunggu di
Jakarta maupun yang baru datang ke-Jakarta seperti ku.
Tidak
banyak peluang pikir ku, bila aku memutuskan untuk mencari kerja di Jakarta
sekarang ini. satu-satunya solusi yang tepat untuk keberlangsungan hidupku
kedepannya mungkin aku memang harus kuliah, dalam benak ku. Sedang untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah tidak segampang membalikkan telapak
tangan. Mengingat prestasi sekolah ku dari SD sampai dengan lulus SMU yang
tidak pernah secemerlang orang-orang yang beruntung mendapatkan rangking utama,
alias prestasi ku biasa-biasa aja.
Selain
persoalan prestasi belajar, persoalan berikutnya yang harus ku hadapi adalah
persoalan dari mana biaya kuliah itu bisa ku dapatkan. Bila selama ini dari SD
hingga lulus SMU peran ibu ku yang “singel
parent” telah membiayai, maka sekarang mungkin beliau juga sudah kelelahan
bertarung dan bergulat dengan bisnisnya yang membuka warung manisan di pinggir
Kota Pagar Alam.
Sekaranglah
saatnya untuk ku memberikan kesempatan kepada Ayah untuk memberikan
perhatiannya kepada ku. Maklum, dulu aku memang tidak menyukai sosok Ayah yang
pergi meninggalkan Ibu setelah beberapa bulan umur kelahiran ku. Kurang lebih
lima belas tahun berlalu Ayah datang mencari ku di sekolahan SLTP tempat aku
mengenyam pendidikan waktu aku kelas tiga. Ayah mencariku dengan naik becak
keliling kota LAHAT dengan membawa sebuah alamat Sekolah dan selembar Foto ku. Aku
tidak tau Ayah dapat alamat sekolahku darimana dan dari siapa?.
Belakangan
aku tau alasannya mengapa Ayah mencari ku. Ternyata telah ada seseorang yang
menyurati Ayah dan menceritakan tentang keadaanku. Tapi cerita mengenai keadaan
ku melalui surat itu bukanlah alasan utama bagi Ayah melainkan, seseorang yang
menyurati Ayah bermaksud meminta bantuan kepadanya. Salah satu kerabat keluarga
Ayah yang menjadi Istri dari pak Marhudin. Nah siapa sangka, ternyata pak
Marhudin yang kaya raya di kampung ku itu telah kecantol dengan sosok janda
muda yang gemar bisnis, dan janda itu adalah ibu kandung ku Herlina.
Ketika
itu aku benar-benar marah pada sosok Ayah kenapa dia mencariku setelah aku
sudah besar. Dalam benak ku bertanya, mengapa Ayah baru mencariku sekarang,
kenapa bukan dari dulu, seandainya tidak ada yang mengirim surat dan memohon
pertolongan kepada Ayah agar suami dari keluarga Ayah tidak berpoligami, mungkin
Ayah tidak akan mencariku. Begitulah dibenak ku terbayang.
Saat
Ayah mencariku di SLTP itu, Ayah tidak menemukan aku disana, karena jadwal ku
masuk sekolah siang. Ayah kesulitan bertemu aku karena nama kecil ku dulu tidak
sama dengan nama ku yang sekarang. Ibu ku yang lincah itu telah merubah nama
depan ku ketika membuat akta lahir. Ayahku bertanya kepada setiap orang yang ia
temui disana. Waktu itu jadwal masuk sekolah pagi di sekolahan kami adalah
kelompok Eskul Basket, teman-teman ku dari kelompok eskul Basket tidak ada yang
mengenal nama orang yang dicari oleh Ayah. beruntung Ayah membawa selembar foto
yang bisa ditunjukkan, kali ini kebetulan sekali Ayah bertanya sambil menunjukkan
photo ku yang ia bawa kepada sahabatku sendiri.
Melalui
sahabat ku yang bergabung dengan kelompok eskul basket, Ayah dapatkan alamat
dimana aku tinggal. Lalu ayah mencariku ke alamat yang diberitahukan oleh teman
ku Anik. Ayah lalu bergegas meminta seorang tukang becak untuk mengantarnya
menuju alamat yang sekarang ada ditangannya. Ketika Ayah bertanya kepada si
tukang becak, apakah kamu tau alamat ini ? sambil menunjukkan alamat yang ia
pegang kepada sopir becak. Tukang becak menjawab; tentu saja saya tau pak”,
siapa yang tak kenal alamat ini, kata tukang becak. Karena alamat itu adalah
alamat rumah seorang Camat di Kota Lahat.
Beberapa
menit kemudian, dengan bantuan tukang becak Ayah telah berada ditempat kediaman
ku. Maklum, selain memang kota Lahat yang tidak terlalu besar, sosok Wak Sukadi
Duadji memang akrab dengan masyarakat di Kota Lahat. Bahkan kalau boleh saya
mengumpamakan sosok Wak Sukadi Duadji, ia tak kalah tenar dengan nama Gubernur
DKI Jakarta Ir. Djoko Widodo. Perbedaannya menurutku, hanya karena Wak Sukadi
Duadji yang berdomisili di pelosok Wilayah Sumatera, sehingga tidak akrab
dengan media-media baik cetak maupun elektronik. Sebab itulah Wak Sukadi Duadji
tidak setenar layaknya Pak Jokowi sekarang ini. Dengan demikian, siapa saja
pernah datang ke-rumah Wak Sukadi, sekalipun tukang becak atau tukang ojek.
Jadi Ayah tidak mendapat kesulitan untuk minta bantuan kepada siapa saja yang
akan mengantarnya.
Rasa
syukur ku yang amat sangat kepada Allah SWT. Meski selama lima belas tahun
berlalu aku hidup tanpa mengenal wajah Ayah kandung ku, tapi Tuhan menyertakan
orang-orang yang baik dan hebat disekitar ku, seperti halnya Wak Sukadi Duadji
yaitu adik dari Susno Duadji. Sejak lulus SD hingga menamatkan pendidikan di
SMU aku selalu mendapatkan perhatian Wak Sukadi Duadji sebagai pengganti Ayah.
Sedang sosok Ibu ku tak pernah lelah bergulat dengan bisnis warung manisannya
di kampung, sebagai usaha untuk membantu ongkos sekolah ku. Meski sebenarnya
beban Ibu sudah dikurangi oleh bantuan-bantuan dari Wak Sukadi, namun tetap ibu
merasa malu bila lebih banyak pengorbanan Wak Sukadi dalam biaya sekolah ku.
“Wak”
adalah sebutan dalam adat kami untuk menyebut kakak dari Ibu atau Bapak. Nah,
Wak Sukadi ini adalah kakak sepupuh dari Ibu ku. Aku sangat beruntung tinggal di
rumah wak Sukadi karena jabatan yang beliau miliki membuatku dikenal banyak
orang. Para guru di sekolah ku yang sebelumnya tak memberikan perhatian kepada
ku alias biasa-biasa saja, setelah tau bahwa aku berdomisili di rumah Wak
Sukadi perubahan drastis yang sangat nampak dan aku rasakan. Bahkan salah satu
diantara guru yang sering mengajar di kelas ku mau memberikan les gratis demi
prestasi ku. Begitu juga dengan teman-teman ku di sekolahan.
Berbarengan
dengan waktu tibanya Ayah aku dan yuk Iin keluar dari pintu rumah. Sosok Ayah
menyapa kami dan menanyakan orang yang dia maksud. Yuk Iin yang masih sedikit
ingat wajah Ayah menyeletuk “dek sepertinya dia adalah Ayah mu”. Spontan saja
aku kaget sambil membalas celetukkannya “hah..... bukankah Bapak kita sudah
meninggal Yuk”, jawab ku. Namun, berbarengan dengan celetukkan ku, Ayah
telah menghampiri serta langsung memeluk ku dengan erat. Aku berotak tak kalah
keras untuk melepaskan tangannya yang memelukku, lalu aku langsung lari dan
masuk ke dalam rumah sambil berderai air mata ku.
Kedatangan Ayah tidak memberikan waktu untuk pertimbangan bagi ku. Ayah
langsung pada hari itu juga telah memintakan izin dari sekolahan ku, agar aku bisa
pulang kerumah ibu bersamanya. Sedang Ayuk Iin adalah Kakak ku, ia anak pertama
dari hasil pernikahan Ibu ku yang cantik. Antara aku dan Yuk Iin, kami adalah
satu Ibu kandung namun kami berbeda bapak. Pada saat yang mengharu-biru dan
berlinangan air mata dimana saat pertama kali aku melihat wajah Ayah. Niat Ayah
menjemput dan mengajakku pindah ketempatnya, yaitu di wiliyah Jawa Barat.
…………………………… hadooohhh… Guys… cerita ini belum selesai, sayangnya
sekarang waktu istirahat kita sudah tiba, bila besok pembahasan mengenai
Bunda putri belum tuntas, tentu akan ku ceritakan tentang bagaimana
kronologisnya.
![]() |
Bunda Putri Waktu Muda |
……………Ohh yaa muda-mudahan ada waktu untuk ku bercerita lewat Blog ini
hingga selesai dan mengapa “BUNDA PUTRI” menjadi tenar di media cetak maupun
elektronik seperti sekarang ini.
2 komentar:
ini bunda putri yg ketiga kha? setelah muncul dua bunda putri hehe,,
ini bunda putri yang ketiga ya? setelah muncul 2 bunda putri
Posting Komentar