Translate

Kamis, 24 Oktober 2013

Catatan Harian Bunda Putri I


Inilah Kisah masa lalu Bunda Putri,. silahkan Baca agar kita tak sembarangan menuduh atau menghujat.



Tahun 2003 awal, selepas tamat SMU memang ada keinginan ku untuk melanjutkan pendidikan kejenjang Perguruan Tinggi (PT). Sedikit niatan melanjutkan pendidikan itu menginspirasi ku untuk mendatangi Ibu kota Negara Indonesia, yaitu Jakarta. Kehadiran ku di Jakarta memang tidak disambut dengan ramah maklum, mungkin Kota Jakarta memang sudah banyak menampung orang-orang seperti ku yang datang dari kampung dengan modal yang ala-kadarnya.


Jujur ku akui bahwa modal kehadiran ku di Jakarta hanya disertai dengan seberkas lembaran kertas yang menyatakan bahwa aku telah lulus dari jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU). Ribuan bahkan mungkin ada jutaan orang yang memiliki modal sama seperti ku di Jakarta. Andai aku putuskan untuk mencari pekerjaan di kantor-kantor pemerintah maupun swasta saat itu, maka secara otomatis aku harus berkompetisi dengan banyak orang yang telah menunggu di Jakarta maupun yang baru datang ke-Jakarta seperti ku.


Tidak banyak peluang pikir ku, bila aku memutuskan untuk mencari kerja di Jakarta sekarang ini. satu-satunya solusi yang tepat untuk keberlangsungan hidupku kedepannya mungkin aku memang harus kuliah, dalam benak ku. Sedang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah tidak segampang membalikkan telapak tangan. Mengingat prestasi sekolah ku dari SD sampai dengan lulus SMU yang tidak pernah secemerlang orang-orang yang beruntung mendapatkan rangking utama, alias prestasi ku biasa-biasa aja.


Selain persoalan prestasi belajar, persoalan berikutnya yang harus ku hadapi adalah persoalan dari mana biaya kuliah itu bisa ku dapatkan. Bila selama ini dari SD hingga lulus SMU peran ibu ku yang “singel parent” telah membiayai, maka sekarang mungkin beliau juga sudah kelelahan bertarung dan bergulat dengan bisnisnya yang membuka warung manisan di pinggir Kota Pagar Alam.


Sekaranglah saatnya untuk ku memberikan kesempatan kepada Ayah untuk memberikan perhatiannya kepada ku. Maklum, dulu aku memang tidak menyukai sosok Ayah yang pergi meninggalkan Ibu setelah beberapa bulan umur kelahiran ku. Kurang lebih lima belas tahun berlalu Ayah datang mencari ku di sekolahan SLTP tempat aku mengenyam pendidikan waktu aku kelas tiga. Ayah mencariku dengan naik becak keliling kota LAHAT dengan membawa sebuah alamat Sekolah dan selembar Foto ku. Aku tidak tau Ayah dapat alamat sekolahku darimana dan dari siapa?.


Belakangan aku tau alasannya mengapa Ayah mencari ku. Ternyata telah ada seseorang yang menyurati Ayah dan menceritakan tentang keadaanku. Tapi cerita mengenai keadaan ku melalui surat itu bukanlah alasan utama bagi Ayah melainkan, seseorang yang menyurati Ayah bermaksud meminta bantuan kepadanya. Salah satu kerabat keluarga Ayah yang menjadi Istri dari pak Marhudin. Nah siapa sangka, ternyata pak Marhudin yang kaya raya di kampung ku itu telah kecantol dengan sosok janda muda yang gemar bisnis, dan janda itu adalah ibu kandung ku Herlina.


Ketika itu aku benar-benar marah pada sosok Ayah kenapa dia mencariku setelah aku sudah besar. Dalam benak ku bertanya, mengapa Ayah baru mencariku sekarang, kenapa bukan dari dulu, seandainya tidak ada yang mengirim surat dan memohon pertolongan kepada Ayah agar suami dari keluarga Ayah tidak berpoligami, mungkin Ayah tidak akan mencariku. Begitulah dibenak ku terbayang.


Saat Ayah mencariku di SLTP itu, Ayah tidak menemukan aku disana, karena jadwal ku masuk sekolah siang. Ayah kesulitan bertemu aku karena nama kecil ku dulu tidak sama dengan nama ku yang sekarang. Ibu ku yang lincah itu telah merubah nama depan ku ketika membuat akta lahir. Ayahku bertanya kepada setiap orang yang ia temui disana. Waktu itu jadwal masuk sekolah pagi di sekolahan kami adalah kelompok Eskul Basket, teman-teman ku dari kelompok eskul Basket tidak ada yang mengenal nama orang yang dicari oleh Ayah. beruntung Ayah membawa selembar foto yang bisa ditunjukkan, kali ini kebetulan sekali Ayah bertanya sambil menunjukkan photo ku yang ia bawa kepada sahabatku sendiri.


Melalui sahabat ku yang bergabung dengan kelompok eskul basket, Ayah dapatkan alamat dimana aku tinggal. Lalu ayah mencariku ke alamat yang diberitahukan oleh teman ku Anik. Ayah lalu bergegas meminta seorang tukang becak untuk mengantarnya menuju alamat yang sekarang ada ditangannya. Ketika Ayah bertanya kepada si tukang becak, apakah kamu tau alamat ini ? sambil menunjukkan alamat yang ia pegang kepada sopir becak. Tukang becak menjawab; tentu saja saya tau pak”, siapa yang tak kenal alamat ini, kata tukang becak. Karena alamat itu adalah alamat rumah seorang Camat di Kota Lahat.


Beberapa menit kemudian, dengan bantuan tukang becak Ayah telah berada ditempat kediaman ku. Maklum, selain memang kota Lahat yang tidak terlalu besar, sosok Wak Sukadi Duadji memang akrab dengan masyarakat di Kota Lahat. Bahkan kalau boleh saya mengumpamakan sosok Wak Sukadi Duadji, ia tak kalah tenar dengan nama Gubernur DKI Jakarta Ir. Djoko Widodo. Perbedaannya menurutku, hanya karena Wak Sukadi Duadji yang berdomisili di pelosok Wilayah Sumatera, sehingga tidak akrab dengan media-media baik cetak maupun elektronik. Sebab itulah Wak Sukadi Duadji tidak setenar layaknya Pak Jokowi sekarang ini. Dengan demikian, siapa saja pernah datang ke-rumah Wak Sukadi, sekalipun tukang becak atau tukang ojek. Jadi Ayah tidak mendapat kesulitan untuk minta bantuan kepada siapa saja yang akan mengantarnya.


Rasa syukur ku yang amat sangat kepada Allah SWT. Meski selama lima belas tahun berlalu aku hidup tanpa mengenal wajah Ayah kandung ku, tapi Tuhan menyertakan orang-orang yang baik dan hebat disekitar ku, seperti halnya Wak Sukadi Duadji yaitu adik dari Susno Duadji. Sejak lulus SD hingga menamatkan pendidikan di SMU aku selalu mendapatkan perhatian Wak Sukadi Duadji sebagai pengganti Ayah. Sedang sosok Ibu ku tak pernah lelah bergulat dengan bisnis warung manisannya di kampung, sebagai usaha untuk membantu ongkos sekolah ku. Meski sebenarnya beban Ibu sudah dikurangi oleh bantuan-bantuan dari Wak Sukadi, namun tetap ibu merasa malu bila lebih banyak pengorbanan Wak Sukadi dalam biaya sekolah ku.


“Wak” adalah sebutan dalam adat kami untuk menyebut kakak dari Ibu atau Bapak. Nah, Wak Sukadi ini adalah kakak sepupuh dari Ibu ku. Aku sangat beruntung tinggal di rumah wak Sukadi karena jabatan yang beliau miliki membuatku dikenal banyak orang. Para guru di sekolah ku yang sebelumnya tak memberikan perhatian kepada ku alias biasa-biasa saja, setelah tau bahwa aku berdomisili di rumah Wak Sukadi perubahan drastis yang sangat nampak dan aku rasakan. Bahkan salah satu diantara guru yang sering mengajar di kelas ku mau memberikan les gratis demi prestasi ku. Begitu juga dengan teman-teman ku di sekolahan.


Berbarengan dengan waktu tibanya Ayah aku dan yuk Iin keluar dari pintu rumah. Sosok Ayah menyapa kami dan menanyakan orang yang dia maksud. Yuk Iin yang masih sedikit ingat wajah Ayah menyeletuk “dek sepertinya dia adalah Ayah mu”. Spontan saja aku kaget sambil membalas celetukkannya “hah..... bukankah Bapak kita sudah meninggal Yuk”, jawab ku. Namun, berbarengan dengan celetukkan ku, Ayah telah menghampiri serta langsung memeluk ku dengan erat. Aku berotak tak kalah keras untuk melepaskan tangannya yang memelukku, lalu aku langsung lari dan masuk ke dalam rumah sambil berderai air mata ku.


Kedatangan Ayah tidak memberikan waktu untuk pertimbangan bagi ku. Ayah langsung pada hari itu juga telah memintakan izin dari sekolahan ku, agar aku bisa pulang kerumah ibu bersamanya. Sedang Ayuk Iin adalah Kakak ku, ia anak pertama dari hasil pernikahan Ibu ku yang cantik. Antara aku dan Yuk Iin, kami adalah satu Ibu kandung namun kami berbeda bapak. Pada saat yang mengharu-biru dan berlinangan air mata dimana saat pertama kali aku melihat wajah Ayah. Niat Ayah menjemput dan mengajakku pindah ketempatnya, yaitu di wiliyah Jawa Barat.


…………………………… hadooohhh… Guys… cerita ini belum selesai, sayangnya sekarang waktu istirahat kita sudah tiba, bila besok pembahasan mengenai Bunda putri belum tuntas, tentu akan ku ceritakan tentang bagaimana kronologisnya.
Bunda Putri Waktu Muda



……………Ohh yaa muda-mudahan ada waktu untuk ku bercerita lewat Blog ini hingga selesai dan mengapa “BUNDA PUTRI” menjadi tenar di media cetak maupun elektronik seperti sekarang ini.

2 komentar:

HASIL MUSYAWARAH ANGGOTA IKPM MUBA YOGYA mengatakan...

ini bunda putri yg ketiga kha? setelah muncul dua bunda putri hehe,,

HASIL MUSYAWARAH ANGGOTA IKPM MUBA YOGYA mengatakan...

ini bunda putri yang ketiga ya? setelah muncul 2 bunda putri